Pengertian
Adzan dari segi bahasa berarti pengumuman,
permakluman atau pemberitahuan. Sebagaimana ungkapan
yang digunakan ayat Al-Quran Al-Kariem berikut ini :
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ
يَوْمَ الْحَجِّ الاكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ
Dan suatu permakluman daripada Allah dan
Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.(QS. At-Taubah : 3)
Selain itu, adzan juga bermakna seruan atau
panggilan. Makna ini digunakan ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diperintahkan
untuk memberitahukan kepada manusia untuk melakukan ibadah haji.
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ
رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Dan panggillah manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta
yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al-Hajj : 27)
Secara syariat, definisi adzan adalah perkataan
tertentu yang bergun memberitahukan masuknya waktu shalat yang fardhu.
Dalam kitab Nailul Authar disebutkan definisi
adzan yaitu pengumuman atas waktu shalat dengan lafaz-lafaz tertentu.
Pensyariatan
Adzan disyariatkan dalam Islam atas dasar dalil
dari Al-Quran, As-sunnah dan ijma` para ulama.
2.1. Al-Quran
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ
Dan apabila kamu menyeru untuk shalat, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (QS. Al-Maidah : 58)
2.2. Sunnah :
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ : قَالَ لَنَا النَّبِيُّ وَإِذَا
حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ
Dari Malik bin Huwairits radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah SAW bersabda kepada kami,”Bila waktu shalat telah tiba, hendaklah
ada dari kamu yang beradzan”.(HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ
رَبِّهِ قَالَ: طَافَ بِي -وَأَنَا نَائِمٌ- رَجُلٌ فَقَالَ: تَقُولُ: اَللَّهُ أَكْبَرَ اللَّهِ
أَكْبَرُ فَذَكَرَ الاذَانَ – بِتَرْبِيع التَّكْبِيرِ بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ و الإقَامَةَ
فُرَادَى إِلاَّ قَدْ قَامَتِ الصَّلاةُ – قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ.
Dari Abdullah bin Zaid bin Abdirabbihi
berkata,”Ada seorang yang mengelilingiku dalam mimpi dan berseru : “Allahu
akbar alahu akbar”, dan (beliau) membacakan adzan dengan empat takbir tanpa
tarji’, dan iqamah dengan satu-satu, kecuali qad qamatishshalah”. Paginya Aku
datangi Rasulullah SAW, maka beliau bersabda,”Itu adalah mimpi yang benar. (HR.
Ahmad dan Abu Daud)
Keutamaan
Adzan memiliki keutamaan yang besar sehingga
andai saja orang-orang tahu keutamaan pahala yang didapat dari mengumandangkan
Adzan, pastilah orang-orang akan berebutan. Bahkan kalau perlu mereka melakukan
undian untuk sekedar bisa mendapatkan kemuliaan itu. Hal itu atas dasar hadits
nabi SAW :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فيِ الآذَانِ وَالصَّفِ الأَوَّلِ ثُمَّ لمَ
ْيَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا رواه البخاري وغيره
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah SAW bersabda,”Seandainya orang-orang tahu keutamaan adzan dan
berdiri di barisan pertama shalat (shaff), dimana mereka tidak bisa
mendapatkannya kecuali harus mengundi, pastilah mereka mengundinya di antara
mereka..”(HR. Bukhari)
Selain itu, ada keterangan yang menyebutkan bahwa
nanti di akhirat, orang yang mengumandangkan adzan adalah orang yang
mendapatkan keutamaan dan kelebihan.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً ِمَّنْ دَعَا إِلَى
اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”(QS. Fushshilat :
33)
Menurut mereka, makna dari menyeru kepada Allah
di dalam ayat ini adalah mengumandangkan adzan. Berarti kedudukan mereka paling
tinggi dibandingkan yang lain.
Hukum
Hukum adzan menurut jumhur ulama selain
al-Hanabilah adalah sunnah muakkadah, yaitu bagi laki-laki yang dikerjakan di
masjid untuk shalat wajib 5 waktu dan juga shalat Jumat.
Sedangkan selain untuk shalat tersebut, tidak
disunnahkan untuk mengumandangkan adzan, misalnya shalat Iedul Fithri, shalat
Iedul Adha, shalat tarawih, shalat jenazah, shalat gerhana dan lainnya. Sebagai
gantinya digunakan seruan dengan lafaz “Ash-shalatu jamiatan” (الصلاة جامعة).
Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits berikut :
Syarat Adzan
Untuk dibenarkannya adzan, maka ada beberapa
syarat yang harus terpenuhi sebelumnya. Diantara syarat-syarat adzan adalah :
5.1. Telah Masuk Waktu
Bila seseorang mengumandangkan adzan sebelum
masuk waktu shalat, maka adzannya itu haram hukumnya sebagaimana telah
disepakati oleh para ulama. Dan bila nanti waktu shalat tiba, harus diulang
lagi adzannya. Kecuali adzan shubuh yang memang pernah dilakukan 2 kali di masa
Rasulllah SAW. Adzan yang pertama sebelum masuk waktu shubuh, yaitu pada 1/6
malam yang terakhir. Dan adzan yang kedua adalah adzan yang menandakan masuknya
waktu shubuh, yaitu pada saat fajar shadiq sudah menjelang.
5.2. Harus Berbahasa Arab
Adzan yang dikumandangkan dalam bahasa selain
arab tidak sah. Sebab adzan adalah praktek ibadah yang bersifat ritual, bukan
semata-mata panggilan atau menandakan masuknya waktu shalat.
5.3. Tidak Bersahutan
Bila adzan dilakukan dengan cara sambung
menyambung antara satu orang dengan orang lainnya dengan cara bergantian,
hukumnya tidak sah.
Sedangkan mengumandangkan adzan dengan beberapa
suara vokal secara berberengan, dibolehkan hukumnya dan tidak dimakruhkan
sebagaimana dikatakan Ibnu Abidin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Bani
Umayyah.
5.4. Muslim, Laki, Akil Baligh.
Adzan tidak sah bila dikumandangkan oleh
non-muslim, wanita, orang tidak waras atau anak kecil. Sebab mereka semua bukan
orang yang punya beban ibadah.
Bahkan Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa orang itu
tidak boleh fasik, bila sudah terjadi maka harus diulangi oleh orang lain yang
tidak fasik. Al-Malikiyah mengatakan bahwa dia harus adil.
5.5. Tertib Lafaznya
Tidak diperbolehkan untuk terbolak-balik dalam
mengumandangkan lafadz adzan. Urutannya harus benar. Namun para ulama sepakat
bahwa untuk mengumandangkan adzan tidak disyaratkan harus punya wudhu`,
menghadap kiblat, atau berdiri. Hukum semua itu hanya sunnah saja, tidak
menjadi syarat sahnya adzan.
Disunnahkan orang yang mengumandangkan adzan juga
orang yang mengumandangkan iqamat. Namun bukan menjadi keharusan yang mutlak,
lantaran di masa Rasululah SAW, Bilal radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan
dan yang mengumandangkan iqamat adalah Abdullah bin Zaid, shahabat Nabi yang
pernah bermimpi tentang adzan. Dan hal itu dilakukan atas perintah nabi juga.
Sunnah Adzan
1. Hendaklah muadzin suci dan hadast besar
dan kecil. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan hal-hal yang
dianjurkan baginya berwudhu’.
2. Hendaklah ia berdiri menghadap
kiblat. Ibnu mundzir berkata sesuatu yang telah menjadi ijma’ (kesempatan para
ulama) bahwa berdiri ketika adzan termasuk sunnah Nabi karena suara bisa lebih
keras, dan termasuk sunnah juga ketika adzan menghadap ke arah kiblat, sebab
para muadzin Rasullullah mengumandangkan adzan sambil menghadap kearah kiblat.
3. Menghadapkan wajah dan lehernya ke
sebelah kanan ketika mengucapkan ‘Hayya ‘alalfalah’ dan ke sebelah kiri ketika
mengucapkan, ‘Hayya ‘alal falah’, sebagaimana yang telah dijelaskan sebagai
berikut :
Dari Abu Juhaifah ia pernah melihat Bilal
beradzan, ia berkata, “Kemudian saya ikuti mulutnya ketika ke arah sini dan
sini dengan adzan tersebut.” ( Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 114 no: 634,
Muslim I : 360 no no: 503, ‘Aunul Ma’bud II: 219no: 516, Tarmidzi I: 126 no:
197, dan Nasa’I II: 12).
(Adapun memalingkan dada ke kanan dan ke kiri
ketika adzan, maka sama sekali tidak dijelaskan dalam sunnah Nabi saw. dan
tidak pula disebutkan dalam hadits-hadits yang menerangkan menghadapkan leher
ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri. Selesai. Berasal dari kitab Tamamul
Minnah ha.150)
4. Memasukkan dua jari ke dalam
telinganya, karena ada pernyataan Abu Juhaifah:
Saya melihat Bilal adzan dan berputar serta
mengarahkan mulut ke sini dan ke sini, sedangkan dua jarinya berada
ditelinganya.” (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 164 dan Sunan Tirmidzi I: 126 no:
197).
5. Mengeraskan suaranya ketika adzan,
sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw., “Karena sesungguhnya
tidaklah akan mendengar sejauh suara muadzin, baik jin, manusia, adapun sesuatu
yang lain, melainkan mereka akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat.”
(Shahih: Shahih Nasa’i no: 625, Fathul Bari H: 87: 609 dan Nasa’i II: 12).
(Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini Hasan Shahih
dan sudah diamalkan oleh para ulama’ mereka menganjurkan muadzin memasukkan dua
jari ke dalam dua telinganya ketika adzan.” selesai)
6. Di Anjurkan Muadzin Mengucapkan, Dua Kali
Takbir Dalam Sekali Nafas
Dalam hadits di atas terkandung isyarat yang
jelas bahwa muadzin mengucapkan setiap dua takbir dalam sekali nafas, dan orang
yang mendengar pun menjawabnya seperti itu. (Lihat Syarhu Muslim III: 79).
7. Dianjurkan Melakukan Tarji’
Tarji’ ialah mengulangi bacaan syahadatain, dua
kali pertama dengan suara pelan dan dua kali kedua dengan suara keras. (Lihat
Syarhu Nawawi Muslim III: 81).
Dari Abu Mahdzurah r.a. bahwa
Rasulullah pernah rnengajarinya adzan ini:
اَللهُ اَكْــبَرُ
اللهُ اَكْــَبر .........x.2
اَشْــهَدُ
اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
.........x2
اَشْــهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًارَّسُــوْ لُ اللهِ ...x.2
حَيَّ عَلىَ
الصَّـــــلاَ ة......x.2
حَيَّ عَلَى
اْلفَـــــلاَحِ .......x.2
اللهُ اكْــبَرُ
اللهُ اَكْــــبَرُ ......2x
لَا اِلَـــــــهَ اِلاَّ الله1x ............
Khusus untuk adzan shubuh setelah
"hayya ‘alal falah"
Maka bacalah :
الصــلا ة خير من النوم
.....2
8. Dianjurkan
Adzan Pada Awal Masukya Waxtu Shalat Dan Mendahulukan Pada Waktu Shubuh
Khususnya
Dari Ibnu Umar r.a., bahwa nabi bersabda
“Sesungguhnya Bilal biasa adzan di waktu malam, maka hendaklah kamu makan dan
minum hingga Ibnu Ummi Makan mengumandangkan adzan.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul
Bari II: 104 no: 622 dan Muslim II: 768 no: 38dan 1092).
Nabi sudah menerangkan hikmah didahulukannya
adzan shubuh sebelum waktunya dengan sabdanya, “Janganlah sekali-kali adzan
Bilal mencegah salah seorang di antara kamu dan sahumya, karena sesungguhnya ia
memberitahu -atau beliau bersabda- ia berseru di waktu malam agar orang yang
biasa bangun malam di antara kamu kembali pulang (ke rumahnya) dan untuk
membangunkan orang yang sedang tidur nyenyak di antara kamu.” (Muttafaqun
‘alaih: Fathul Bari II: 103 no: 621, Muslim 11: 768 no: 1093 dan ‘Aunul Ma’bud
VI: 472 no: 2330).
Posting Komentar