SHALAT SUNAH (‘THATAWWU’)
Shalat Sunah’
dikenal juga dengan shalat Thatawwu yang ragamnya banyak sekali. Ada shalat
sunnat yang dikaitkan dengan shalat fardu yang lima sehingga disebut shalat
rawatib. Shalat sunnat lainnnya tidak dihubungkan dengan shalat fardu,
seperti shalat karena gerhana, shalat Tahiyyatul Mesjid, Sukril
Wudlu, shalat tarawih, dan bayak sekali ragam lainnya.
Sebagaimana dalam shalat fardhu, dalam hal shalat sunah ini pun terdapat perbedaan
pendapat mengenai fungsi dan cara serta bilangan raka’atnya sampai apa yang boleh dan apa pula yang tidak boleh di dalamnya.
Para ulama berusaha
meneliti landasan dalil yang dipergunakan masing-masing pendapat kemudian
memilih di antara semua itu yang paling kuat dari berbagai segi. Berdasarkan
pertimbangan ini kemudian menetapkan kesimpulan mengenai apa dan
bagaimana shalat sunnat itu.
Dari hasil
penelitian itu dapat dijelaskan beberapa ragam shalat sunnat terdiri dari 11 ragam. Kesebelas ragam shalat sunnat
itu ialah sebagai berikut:
- Ragam Shalat Sunah (Tathawwu’)
Adapun shalat-shalat Thatawwu’ berdasarkan
tuntunan dari Nabi saw. berdasarkan dalil hadits yang shahih, ialah sebagaiman
daftar berikut ini.
1.
Shalat
sesudah wudlu,
2.
Shalat
antara adzan dan qamat,
3.
Shalat
tahiyyat (hormat ketika masuk) Masjid,
4.
Shalat
Rawatib,
5.
Shalat
Malam,
6.
Shalat
Dhuha,
7.
Shalat
akan berpergian,
8.
Shalat
Istikharah (mohon dipilihkan),
9.
Shalat
kedua hari raya (Fithrah dan Adlha),
10.
Shalat
gerhana dua (Matahari dan Bulan),
11.
Shalat
Istisqa (mohon Hujan)
Perintah mengenai shalat Thatawwu’ didasarkan pada surat al-Hajj ayat 77, al-Ahzab ayat 21 dan beberapa hadits
berikut;
Surat al-Hajj ayat 77;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku`lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77)
Surat al-Ahzab ayat 21;
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Hadits Rabi’ah bin Ka’ab;
رَسُوْلِ مَعَ
أَبِيْتُ كُنْتُ :قَالَ الأَسْلَمِىِّ كَعْبٍ
بْنِ رَبِيعَةَ حَدِيْثِ مِنْ مُسْلِمٌ رَوَى
فَقُلْتُ !سَلْ :لِى فَقَالَ
وَحَاجَتِهِ بِوَضُوْئِهِ فَأَتَيْتُهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
قُلْتُ ؟ أَوْغَيْرَذَلِكَ :قَالَ ٠ فِىال٠جَنَّةِ مُرَافَقَتَكَ أَسْأَلُكَ : فَقُلْتُ !سَلْ :فَقَالَلِى
السُّجُوْدِ بِكَسْرَةِ عَلَىنَفْسِكَ فَاَعِنِّى :قَالَ ٠ هُوَذَاكَ :
Artinya: “Diriwayatkan oleh Muslim sebagaimana dari hadits Rabi’ah
bin Ka’ab Aslami yang berkata: “Adalah aku bermalam di tempat Rasulullah saw.
maka aku membawakan air wudlunya dan keperluan hajatnya. Maka sabda Rasulullah
saw. : “(Engkau mengharap apa?), mohonlah!”. Maka aku menjawab: “Aku mohon
menyertai kau di dalam surga”. Sabda Nabi saw. pula: “atau ada lainnya lagi?”,
aku menjawab: “Iut sajalah!”. Maka sabda Nabi saw.: “Bantulah aku, untuk dirimu
dengan memperbanyak sujud (Shalat)!”.”
Hadits Thalhah bin Ubaidillah;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلِ إِلَى رَجُلٌ جَاءَ : قَالَ اللَّهِ عُبَيْدِ بْنِ طَلْحَةَ وَفِىحَدِيْثِ
، دَنَا حَتَّى مَايَقُوْلُ وَلاَنَفْقَهُ صَوْتِهِ دَوِيَّ
نَسْمَعُ ثَائِرَالرَّاسِ نَجْدٍ أَهْلِ مِنْ وَسَلَّمَ
خَمْسُ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ وَسَلَّمَ فَقَالَ ،
الاِسْلاَمِ عَنِ يَسْأَلُ فَأِذَهُوَ
٠ تَطَوَّعَ أَنْ
اِلاُّ ، لاَ : قَالَ ؟ غَيْرُهَا عَلَىَّ هَلْ :فَقَالَ ٠ اللَّيْلَةِ وَ فِىالْيَوْمِ صَلَوَاتٍ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْحَدِيْثَ
Artinya: “Ada lagi hadits Thalhah bin ‘Ubaidillah yang berkata:
“Telah menghadap kepada Rasululllah saw. seorang laki-laki dari ahlil Najed
yang tidak teratur rambutnya, yang mana kami dengar suaranya tetapi tidak kami
mengerti apa yang dikatakan-Nya sehingga mendekati Rasulullah saw. menjawab:
“Shalat lima waktu dalam sehari semalam”. Maka menanya pula: “Adakah
kewajibanku lagi lainnya?”
Jawab Nabi saw.: “Tidak ada, kecuali kalau Engkau
berthatawwu (menambah shalat sunnat) . . .” seterusnya hadits.” (Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits Tamim Addari;
يُحَاسَبُ مَا
أَوَّلُ :قَالَ أَنَّهُ
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ عَنِ الدَّارِىِّ تَمِيْمِ وَفِىحَدِيْثِ
أَتَمَّهَا يَكُنْ
لَمْ وَإنْ ،
تَامَّةً لَهُ كُتِبَتْ أَتمّهَا كاَنَ فَإِنْ
، صَلاَتُهُ الْقِيَامَةِ يَوْمَ
الْعَبْدُ بِهِ
؟ فَرِيْضَتَهُ بِهَا فَتُكْمِلُوْنَ تَطَوُّعٍ مِنْ
لِعَبْدِى تَجِدُوْنَ هَلْ أُنْظُرُوْا : لِلْمَلاَئِكَتِهِ اللَّهُ قَالَ
مَاجَهْ وَابْنُ
دَاوُدَ وَأَبُوْ أَحْمَدُ رَوَاهُ ). ذَلِكَ حَسْبَ
الأَمَالُ تُؤْخَذُ ثُمَّ كَذَلِكَ الزَّكاَةَ ثُمَّ
(وَالْحَاكِمُ
Artinya: “Dan hadits Tamim Addari dari Nabi saw. bersabda:
“Perbuatan orang pertama kali dihisab (diteliti) kelak di hari Kiyamat, ialah
tentagn shalatnya. Maka jika Ia telah kerjakan dengan sempurna, dicatat baginya
sempurna. Tetapi jika ia tidak kerjakan dengan sempurna, maka Allah akan
berkata kepada para amlaikat-Nya: “Periksalah! Apakah kamud dapat perbuatan
Thatawwu’ bagi hamba-Ku untuk kamu lengkapkan dengannya shalat fardhunya!.
Demikina juga tentang zakat, lalu diperhitungkan segala macam perbuatan semacam
itu”.(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majjah dan Hakim)”.
Hadits Abu Hurairah;
تَعَالَى اللَّهَ
إِنَّ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ ض ر هُرَيْرَةَ أَبِى
وَعَنْ
مِمَّا إِلَيَّ
أَحَبَّ بِشَيْئٍ عَبْدِىإِلَيَّ وَمَاتَقَرَّبَ ٠ بِالْحَرْبِ عَادَىلِىوَلِيًّفَقَدْآَذَنْتُهُ مَنْ :قَالَ
كُنْتُ أَحْبَبْتُهُ فَإِذَا
حَتَّىاُحِبَّهُ بِالنَّوَافِلِ إِلَيَّ عَبْدِىيَتَقَرُّبُ وَمَايَزَالُ ، عَلَيْهِ افْتَرَضْتُ
يَمْشِى الَّتِى
بِهَاوَرِجْلَهُ الَّتِىيَبْطِسُ وَيَدَهُ الَّذىِيُبْصِربِهِ وَبَصَرَهُ بِهِ يَسْمَعُ الَّذِى سَمْعَهُ
(الْبُخَارِيُّ رَوَاهُ) اسْتَعَاذَنِىلَأُعِيْذَنَّهُ وَلَئِنِ سَأَلَنِىأَعْطَيْتُهُ وَإِنْ
بِهَا
Artinya: “Dan hadits lagi dari Abu Hurairah yang berkata bahwa,
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala berfiman: “Barangsiapa
memusuhi seorang kekasihku, maka aku nyatakan perang kepadanya. Dan tidak ada
sesuatu yang lebih aku sukai bagi hamba-Ku, untuk mendekatkan diri pada-Ku,
lebih daripada hal yang Aku wajibkan padanya. Dan hamba-Ku yang selalu
mendekatkan kepada-Ku dengan segala perbuatan sunnat, pasti Aku sayangi. Maka
apabila Aku sayangi dia, Aku jadi pendengarannya untuk mendengar,
penglihatannya untuk melihat, tangannya untuk mengerjakan sesuatu dan kakinya
untuk berjalan. Dan kalau dia mohon kepada-Ku, akan Ku berikan dia dan kalau
dia berlindung kepada-Ku, pasti Aku lindungi dia”. (Diriwayatkan oleh Bukhari)”
Hadits Abu Dawud;
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلَ أَنَّ :ض ر
عَائِشَةَ حَدِيْثِ مِنْ دَاوُدَ أَبُوْ وَاَخْرَجَ
إِلَى الْعَمَلِ أَحَبَّ
فَإِنَّ حَتَّىتَمَلُّوا لاَيَمَلُّ اللَّهَ اِنَّ مَاتُطِيْقُوْنَ الْعَمَلِ مِنَ اِكْلَفُوْا :قَالَ
أَثْبَتَهُ عَمَلاً
إِذَاعَمِلَ وَكاَنَ قَلَّ وَإِنْ أَدْوَمُهُ اللَّهِ
Artinya: “Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Aisyah
ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bebanilah (kuat-kuatkanlah) dirimu dengan
amalan sekuasamu, karena Tuhan Allah tidak akan jemu, sehingga kamu sendiri
merasa jemu. Dan sesungguhnya amal yang paling disukai Allah ialah yang tetap
terus menerus, meskipun sedikit. Dan adalah Rasulullah saw. itu apabila
melakukan sesuatu, beliau kerjakan dengan tetap””.
- Wudlu Shalat Sunnat
Sebagaimana shalat lainnya, untuk dapat atau boleh
mengerjakan diharuskan mengerjakan wudlu terlebih dahulu. Sementara cara
melakukan wudlu adalah sama seperti wudlu utnuk shalat fardhu.
Kesimpulan Tarjih demikian didasarkan hadits Ali dan Ibnu Umar.
Hadits Ali;
الصَّلَوةِ مِفْتَحُ :وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ ض ر عَلِىٍّ
لِحَدِيْثِ
(داود أبو رواه) وَتَحْلِيْلُهَاالتَّسْلِيْمُ وَتَحْرِيْمُهَاالتَّكْبِيْرُ الطَّهُوْرُ
Artinya: “Kunci shalat itu Thaharah (suci dari hadats), permulaannya
takbir dan penutupannya salam”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
Hadits Ibnu Umar;
:يَقُوْلُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ إِنِّىسَمِعْتُ :قَالَ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) غُلُوْلٍ مِنْ
وَلاَصَدَقَةٌ طُهُوْرٍ بِغَيْرِ صَلاَةٌ لاَتُقْبَلُ
Artinya: “Dan hadits Ibnu Umar yang berkata: Aku pernah dengar
Rasulullah saw. bersabda: “Tidak diterima shalat tanpa wudlu dan tidak diterima
sedekah dari hasil serobotan (Rampasan)”. (Diriwayatkan oleh Muslim)”.
- Tempat Shalat Sunnat
Tarjih mengambil kesimpulan
bahwa tempat shalat sunnat ialah di rumah. Walaupun menurut Tarjih mengerjakan
shalat sunnat di Masjid tidak berarti dilarang.
Dasar penyimpulan
demikian itu ialah hadits Zaib bin Tsabit dan 2 hadits ‘Abdullah bin Sa’ad
serta hadits Ibnu Umar sebagaimana dapat dikaji dari nukilan dalam HPT berikut:
Hadits Zaid Bin
Tsabit;
الصَّلاَةِ اَفْضَلُ :قَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ ض ر ثَابِتٍ
بْنِ زَيْدِ لِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) إِلاَّالْمَكْتُوبَةَ فِىبَيْتِهِ الْمَرءِ صَلاَةُ
Artinya: “Karena hadits Zaid bin Tsabit ra. yang berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Seutama-utamanya shalat iailah shalat orang di
rumahnya, kecuali shalat fardhu””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits Abdullah bin
Sa’ad (1)
أَفْضَلُ فِىبَيْتِهِ الْمَرْءِ صَلاَةُ : قَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ وَلِحَدِيْثِ
وَاَبُوْدَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِدِىُّ رَوَاه) الْمَكْتُوْبَةَ إِلاَّ هَذَا فِىمَسْجِدِى صَلاَتِهِ مِنْ
(سَعْدٍ بْنِ عَبْدِاللَّهِ عَنْ مَاجَهْ
ابْنُ مَعْنَاهُ وَأَخْرَجَ، لَهُ وَاللَّفْظُ
Artinya: “Dan hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Shalat seseorang di rumahnya itu lebih utama daripada di masjidku
ini. Kecuali shalat fardhu. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan lafal dari
padanya. Begitu juga diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Abdullah bin Sa’ad,
hadits yang sama artinya)”.
Hadits Abdullah bin
Sa’ad (2);
فِىبَيْتِى الصَّلاَةِ اَفْضَلِ عَنْ
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ سَأَلْتُ :قَالَ وَعَنْهُ
أُصَلِّى وَلَاَنْ ، الْمَسْجِدِ مِنَ
بَيْتِي مَاأَقْرَبَ قَدْتَرَى :قَالَ ؟ الْمَسْجِدِ فِى أَوِالصَّلاَةِ
فِىبَيْتِى
Artinya: “Dan dari Abdullah bin Sa’ad yang berkata aku menanya
kepada Rasulullah saw. tentang shalat di rumahku atau shalat di Masjid. Jawab
Rasulullah saw.: “Engkau lihat betapa dekatnya rumahku dengan masjid! Namun
akau lebih suka shalat di rumahku
daripada aku shalat di masjid, kecuali shalat fardhu”. (Diriwayatkan
oleh Tirmidzi dalam kitab syama-ilnya) ”
Hadits Ibnu Umar;
فِىبُيُوتِكُمْ اِجْعَلُوْا : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ قَالَ :قَالَ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) وَلاَتَتَّخِذُوْهَاقُبُوْرًا صَلاَتِكُمْ مِنْ
Artinya: “Dan karna hadits Ibnu Umar ra. yang berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda: ‘Kerjakanlah sebagian shalatmu di rumahmu dan
janganlah kamu jadikan rumahmu itu (sebagai) kuburan.’” (Diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Di samping
ketetapan Tarjih mengenai tempat shalat sunnat di rumah, dalam ketetapan itu
juga mengecualikan tempat shalat tempat
shalat di selain rumah jika ada ketenutan syara’ yang menunjukkan ketentuan
demikian.
Dasarnya ialah
Hadits Zaid bin Tsabit dan hadits Anas bin Malik sebagaimana nukilan di bawah
ini.
Hadits Zaid bin
Tsabit;
مِنْ فِىالْمَسْجِدِ حُجْرَةً اتَّخَدَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ :ثَابِتٍ زَيْدِبْنِ لِحَدِيْثِ
.
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) لَيَالىَ فِيْهَا وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَصَلَّى حَصِيْرٍ
الَّيْلِ صَلاَةِ فِىبْتِدَاءِ الأَحَدِيْثِ مِنَ مَاوَرَدَ وَكَذَلِكَ
Artinya: “Karena hadits Zaid bin Tsabit ra. bahwa Rasulullah saw.
pernah membuat semacam bilik dari tikar di dalam masjid, lalu Rasulullah saw.
shalat di dalamnya beberapa malam sehinga orang banyak berkerumun (makmum) . .
. seterusnya hadits. (Diriwayatkan oleh Muslim). Demikian juga yang diberitakan
dari beberapa hadits pada waktu permulaan shalat Lail”.
Hadits Anas bin
Malik;
وَالسَلَّمَ
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ دَعَتْ
مَلَيْكَةَ جَدَتْهُ أَنَّ مَالِكٍ بْنِ أَنَسِ
وَلِحَدِيْثِ
فَقُمْتُ :مَالِكٍ بْنُ أَنَسُ قَالَ لَكُمْ
فَأُصَلِّىَ قُوْمُوا :قَالَ ثُمَّ
مِنْهُ فَاَكَلَ صَنَعَتْهُ لِطَعَامٍ
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ عَلَيْهِ بِمَاءٍفَقَامَ فَنَضَحْتُهُ لُبِثَ مَا
طُوْلِ مِنْ قَدِاسْوَدَّ اِلَىحَصِيْرٍلَنَا
اللَّهِ رَسُوْلُ فَصَلَّىلَنَا وَرَاءِنَا وَالْمَعْجُوْزُمِنْ وَرَاءَهُ وَالْيَتِيْمِ أَنَا وَصَفَفْتُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) انْصَرَفَ ثُمَّ
رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
Artinya: “Dan hadits Anas bin Malik ra. bahwa neneknya, Mulailah,
mengundang Rasulullah saw. pada jamuan yang dibuatnya. Maka setelah Nabi saw.
makan dari hidangannya, Beliau bersabda: “Marilah shalat aku imami
kamu!”.Berkata Anas bin Malik: “Aku mengambil sehelai tikar yang telah
menghitam karena telah lama dipakai dan aku sekanya dengan air, lalu Rasulullah
saw. berdiri diatas tikar itu dan aku serta si yatim berbaris di belakangnya
dan Wanita tua itu di belakang kami; maka Rasulullah saw. mengimami kami shalat
dua raka’at kemudian beliau pergi”.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
- Shalat Sunnat diatas Kendaraan
Sejak dahulu kala, manusia selalu bergerak dari satu
tempat ke tempat lain. Perjalanannya itu membutuhkan waktu yang kadang mencapai
puluhan jam.
Sejalan dengan tingkat mobilitas manusia yang semakin
hari semakin cepat dan semakin jauh, dan seringkali menghabiskan puluhan jam
berada diatas kendaraan, menimbulkan persoalan mengenai bagaimana jika orang
yang berpergian tersebut ingin melakukan shalat sunnat.
Mengenai masalah diatas, Tarjih mengambil kesimpulan
bahwa Rasulullah saw. telah memberikan tuntunan bagaimana manusia atau umat
menghadapi permasalah hidupnya. Khusus mengenai masalah yang timbul dalam
berpergian bagi mereka yang ingin melakukan shalat (sunnat) dari sumber-sumber
yangn dipercayainya menyatakan mengenai bolehnya mengerjakan shalat (sunnat)
diatas kendaraan dalam perjalanan.
Dasar pengambilan ketetapan diatas ialah hadits Ibnu
Umar, Amir bin Rabi’ah, Anas bin Malik dan hadits Sa’id bin Yasar sebagaimana
akan dijelaskan dalam kutipan yang terdapat dalam HPT.
Hadits Ibnu Umar;
يُصَلِّى وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ : قَالَ ض ر عُمَرَ
ابْنِ لِحَدِيْثِ
(الشَّيْخَانِ رَوَاهُ) بِهِ حَيْثُمَاتَوجَّحْتُ فِىالسَّفَرِ عَلَىرَحِيْلَتِهِ
Artinya: “Karena hadits Ibnu Umar ra. yang berkata: “Pernah
Rasulullah saw. shalat diatas untanya di dalam perjalanan menghadap arah
untanya”.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits Amr bin
Rabi’ah;
يُصَلِّى وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ رَأَيْتُ :قَالَ رَبِيْعَةَ بْنِ
عَامِرِ وَلِحَدِيْثِ
يُوْمِئُ :الْبُخَرِىِّ وَفِىرِوَايَةِ .(الشَّيْخَانِ رَوَاهُ) بِهِ تَوَجَّحْتُ حَيْثُ
عَلَىرَاحِلَتَه
يَصْنَعُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ يَكُنْ وَلَمْ
، تَوَجَّهَ أَىِّ قَبْلَ بِرَأْسِهِ
الْمَكْتُوْبَةِ فِىالصَّلاَةِ ذَلِكَ
Artinya: “Dan juga hadits ‘Amr bin Rabi’ah ra. yang berkata: “Aku
pernah melihat Nabi saw. shalat diatas untanya kearah manapun unta itu
menghadap”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). Dan di dalam riwayat
Bukhari menyebutkan bahwa Nabi saw. memberi isyarat dnegan kepalanya (di dalam
ruku’ dan sujudnya). Akan tetapi Rasulullah saw. tidak mengerjakan hal yang
sedemikian itu di dalam shalat fardhu”.
Hadits Anas bin
Malik;
فَأَرَادَاَنَّ إِذَاسَفَرَ كاَنَ
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ مَالِكٍ
بْنِ أَنَسِ وَلِحَدِيْثِ
(دَاوُدَ أَبُوْ رَوَاهُ) رِكاَبُهُ وَجَّحَهُ حَيْثُ صَلَّى فَكَبَّرَثُمَّ الْقِبْلَةَ بِنَاقَتِهِ اسْتَقْبَلَ يَتَطَوَّعَ
Artinya: “Dan hadits Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. itu
apabila sedang dalam perjalanan hendak shalat tathawwu’, beliau menghadapkan
untanya ke arah kiblat, lalu berrtakbir dan (meneruskan) shalat menghadap arah
mana untanya menuju”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Hadits Sa’id bin
Yasar;
قَالَ ٠ مَكَّةَ بِطَرِيْقِ عُمَرَ ابْنِ مَعَ أَسِيْرُ كُنْتُ :قَالَ يَسَارٍآَنَّهُ بْنِ
سَعِيْدٍ وَلِحَدِيْثٍ
أَيْنَ :عُمَرَ ابْنُ لِى فَقَالَ ، أَدْرَكْتُهُ ثُمَّ فَاَوْتَرْتُ نَزَلْتُ الصُّبْحَ فَلَمَّاخَصِيْتُ :سَعِيْدٌ
لَكَ لَيْسَ أَ : عَبْدُاللَّهِ فَقَالَ ، فَاَوْتَرْتُ فَنَزَلْتُ الْفَجْرَ خَشِيْتُ :لَهُ فَقُلْتُ ؟ كُنْتَ
رَسُوْلَ اِنَّ :قَالَ ٠ بَلَى :فَقُلْتُ ؟
أُسْوَةٌ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ فِيْ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) عَلَىالْبَعِيْرِ يُوْتِرُ كاَنَ
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
Artinya: “Dan hadits Abi Sa’id bin Yasar yangb berkata: “pernah aku
pergi bersama Ibnu Umar di jalan Mekkah kata Sa’id: maka ketika aku khawatir
terkejar subuh, lalu kau turun untuk shalat witir, kemudian aku susul dia. Maka
Ibnu Umar menanya: “Dari mana Engkau?” Jawabku: “Aku khawatir aku terkejar
fajar, maka aku turun untuk shalat witir”. Maka kata ‘ Abdullah bin Umar:
“Tidakkah engkau mencontoh Rasulullah saw.?” Jawabku: “Sudah tentu!” kata
‘Abdullah: “Rasulullah saw. shalat witir diatas untanya”.” (Diriwayatkan oleh
Muslim).
- Jama’ah dalam Shalat Sunnat
Bolehkah shalat sunah dilakukan secar berjamaah
sebagaimana sha;at fardhu yang justru dipentingkan untuk dilakukan secara
berjamaa’ah? Tarjih menyimpulkan bahwa jama’ah untuk shalat sunnah itu
diperbolehkan.
Dasar dari kesimpulan Tarjih tersebut ialah pengertian
yang diambil dari hadits Za’id binTsabit mengenai tempat shalat sunnat yang
telah dikutip dan hadits Ummar berikut ini.
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَعَ صَلَّيْتُ :قَالَ حَدِيْثِهِ مِنْ
مُسْلِمٌ وَرَوَى
سَجْدَتَيْنِ وَبَعْدَالْعِشَاءِ سَجْدَتَيْنِ الْمَغْرِبِ وَبَعْدَ وَبَعْدَهَاسَجْدَتَيْنِ الظُّهْرِسَجْدَتَيْنِ قَبْلَ
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ مَعَ فَصَلَّيْتُ وَالْجُمْعَةُ وَالْعِشَاءُ فَاَمَّالْمَغْرِبِ . سَجْدَتَيْنِ وبَعْدَالْجُمْعَةِ
فِىبَيْتِهِ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ
Artinya: “Dan diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu
Umar yang berkata: “Aku pernah shalat bersama-sama Rasulullah saw. 2 rakaat
sebelum Dzuhur, 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib, 2 raka’at
sesudah Isya dan 2 raka’at sesudah Jum’at, aku kerjakan shlaat bersama-sama
Nabi saw. di rumahnya.””
- Shalat Sunnat dengan duduk
Berbeda dengan pengetahuan pada umunya mengenai tata
cara shalat, shalat sunnat dapat dilakukan dengan duduk atau berdiri. Walaupun
demikian Tarjih menganjurkan mengenai utamanya shalat dengan berdiri.
Dasar dari pengambilan kesimpulan secara demikian ialah
empat hadits ‘Aisyah, Umar bin Husain dan hadits Anas.
Hadits Aisyah (1);
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَتْ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
رَكَعَ قَائِمٌ وَهُوَ قَرَأَ
إِذَا وَكاَنَ يُصَلِّىلَيْلاًطَوِيلاًقَائِمًاوَلَيْلاَطَوِيْلاًقَاعِدً
الْجَمَعَةَ رَوَاهُ) ٠قَاعِدٌ وَهُوَ سَجَدَ رَكَعَ قَاعِدًا قَرَأَ
وَإِذَا ، وَهُوَقَائِمٌ وَسَجَدَ
(الْبُخَارِيَّ إِلاَّ
Artinya: “Karena hadits ‘Aisyah ra. yang berkata: “ada
kalanya Rasulullah saw. di waktu malam shalat lama sambil berdiri dan ada
kalanya sambil duduk. Dann apabila beliau membaca sambl berdiri, beliau kerjajkan
ruku’ dan sujud sebagai orang shalat dengan berdiri. Dan apabila beliau membaca
sambil duduk, beliau kerjakan ruku’ dan sujud sebagai orang shalat dengan
duduk. (Diriwayatkan oleh jama’ah kecuali Bukhari)””.
Hadits Aisyah (2);
وَهُوَجَالِسٌ فَيَقْرَأُ جَالِسًا يُصَلِّى كاَنَ
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ :أَيْضًا وَعَنْهَا
رَكَعَ ثُمَّ
قَائِمٌ وَهُوَ فَقَرَأَهَا قَامَ آَيَةً
أَوْأَرْبَعِيْنَ
ثَلاَثِيْنَ قدْرَمَايَكُوْنُ قِرَاءَتِهِ مِنْ وَإِذَابَقِىَ
مُسْلِمٌ مِثْلَهُ وَرَوَىعَنْهَا (دَاوُدَ أَبُوْ
رَوَاهُ) ذَلِكَ مِثْلَ
الثَّانِيَةِ فِىالرَّكْعَةِ يَفْعَلُ ثُمَّ سَجَدَ
Artinya: “Dan dari Aisyah ra. juga bahwa ada kalanya
Nabi shalat sambil duduk, dan membacanya dalam duduk, tetapi apabila tinggal
sekiranya 30 atai 40 ayat dari bacaannya, beliau berdiri dan meneruskan
bacaannya sambil berdiri itu. Kemudian beliau ruku’ dan sujud. Beliau kerjakan
serupa itu juga pada raka’at yang kedua.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud). Dan
ada hadits yang serupa dari hadits Aisyah juga yang diriwayatkan oleh Muslim.
Hadits ‘Umar bin Husain;
الرَّجُلِ صَلاَةِ
عَنْ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ سَأَلَ أَنَّهُ حُصَيْنٍ بْنِ عُمَرَ
وَلِحَدِيْثِ
، اَجْرِالْقَائِمِ نِصْفُ فَلَهُ
صَلَّىقَاعِدًا وَمَنْ ، أَفْضَلُ صَلَّىقَائِمًافَهُو إِنَْ :قَالَ .قَاعِدًا
(اِلاَّمُسْلِمً الْجَمَعَةُ رَوَاهُ) الْقَاعِدِ أَجْرِ نِصْفُ فَلَهُ صَلَّىنَائِمًا وَمَنْ
Artinya: “Dan karena hadits Umar bin Husain bahwa pernah ia bertanya
kepada Nabi saw. tentang orang shalat (Thatawwu’) sambil duduk. Jawab Nabi
saw.: “Kalau ia shalat dengan berdiri itu lebih utama. Dan siapa yang shalat
dengan duduk mendapat pahala separuh dengan orang yang shalatnya berdiri; dan
siapa yang shalat dengan berbaring
mendapat pahala separuh dari orang yang shalat dengan duduk””. (Diriwayatkan
oleh Jama’ah kecuali Muslim).
Hadits Aisyah (3);
أُفِى يَقْرَ
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ مَارَأَيْتُ: قَالَتْ عَائِشَةَحَدِيْثِ وَمِنْ
السَّوْرَاةِ مِنَ عَلَيْهِ حَتَّىإِذَابَقِىَ جَلِسًا قَرَأَ
حَتَّىإِذَاكَبِرَ
جَالِسًا اللَّيْلِ صَلاَةِ مِنْ شَيْئٍ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) رَكَعَ فَقَرَأَهُنَّ قَامَ أَيَةً أَرْبَعُوْنَ اَوْ ثَلاَثُوْنَ
Artinya: “Dan dari hadits Aisyah ra. yang berkata: “Aku
tidak pernah lihat Rasulullah saw. membaca ayat-ayat pada shalat Lail dengan
duduk, melainkan setelah lanjut usia beliau membaca sambil duduk (itupun)
apabila tinggal 30 atau 40 ayat dari surat, beliau bangunlah dan berdiri
membacanya, kemudian ruku’””. (Diriwayatkan oleh Muslim).
Hadits Anas;
مَمْدُوْدٌ الْمَسْجِدَوَحَبْلٌ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ َدخَلَ :قَالَ أَنَسٍ
وَلِحَدِيْثِ
.بِهِ اَمْسَكَتْ أَوْفَتَرَتْ تُصَلِّىفَإِذَاكَسِلَتْ :لِزَيْنَبِ :قَالُوا ؟ مَاهَذَا :فَقَالَ سَارِيَتَيْنِ بَيْنَ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) فَلْيَقْعُدْ :وَفِىلَفْظٍ –آَوْفَتَرَقَعَدَ فَإِذَاكَسِلَ نَسَاطَهُ أَحَدُكُمْ لِيُصَلِّ ، حُلُّوْهُ :فَقَالَ
Artinya: “Dan juga hadits Anas yang berkata: “Rasulullah
saw. pernah masuk mesjid dan melihat seutas tali (terbentang) antara dua tiang
lalu bertanya: “Apakah ini?”. Orang-orang menjawab: “Kepunyaan Zainab untuk
shalat, agar ia bila merasa payah atau lemah berpeganglah padanya”. Maka sabda
Rasulullah saw. : Lepaskanlah itu, hendaklah orang mengerjakan shalat selama ia
kuasa kalau sendang payah atau lemah bolehlah ia duduk”. Dan dalam lafad lain:
“Hendaklah ia duduk!”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
Hadits Aisyah (4);
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ فَإِنَّ الَّيْلِ قِيَامَ
لاَتَدَعْ : قَالَتْ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
(اَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) صَلَّىقَاعِدً اَوْكَسِلَ إِذَامَرِضَ وَكاَنَ
لاَيَدَعُهُ كاَنَ
Artinya: “Dan hadits Aisyah ra. yang berkata: “Janganlah
engkau tinggalkan shalat malam, karena Rasulullah saw. tak pernah
meninggalkannya. Dan apabila ia sakit atau payah, beliau shalat dengan duduk”.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
- Imam dalam Shalat Sunnat
Sebagaiman shalat fardhu, shalat sunnat dapat dilakukan
dengan berjama’ah. Jika shalat sunnat dikerjakan dengan jama’ah, makmum harus
mengikuti egrakan imam. Walaupun boleh melakukan shalat dengan duduk atau
berdiri, akan tetapi karena dilakukan secara berjama’ah maka makmum seyogyanya
mengikuti cara imam melakukan shalat tersebut.
Dasarnya
ialah hadits Abu Hurairah sebagaimana kutipan HPT di bawah ini.
الاِمَامُ إِنَّماَجُعِلَ : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ هُرَيْرَةَ أَبِى لِحَدِيْثِ
يَرْكَعَ حَتَّى
وَلاَتَرْكَعُوا فَارْكَعُوا وَاِذَارَكَعَ حَتَّىيُكَبِّرَ وَلاَتُكَبِّرُ فَإِذَاكَبَّرَفَكَبِّرُ ، بِهِ لِيُؤْتَمَّ
فَاسْجُدُوْاوَلاَ وَإِذَاسَجَدُوا .الْحَمْدُ رَبَّنَالَكَ اَللَّهُمَّ :فَقُوْلُوْا حَمِدَهُ لِمَنْ اللَّهُ سَمِعَ :وَإِذَاقَالَ
قُعُوْدًا فَصَلُّوْا قَاعِدًا وَإِذَاصَلَّى ، وَاِذَاصَلَّىقَائِمًافَصَلُّواقِيَامًا تَسْجُدُواحَتَّىيَسْجُد
(لَهُ وَاللَّفْظُ أَحْمَدوَاَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) أَجْمَعِيْنَ
Artinya: “Karena hadits Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Seorang imam itu memang dijadikan untuk diikuti;
maka apabila ia telah takbir, (barulah) kamu takbir dan jangan kamu takbir
sebelum ia takbir. Dan apabila ia telah ruku’ (barulah) kamu ruku’. Dan apabila
ia membaca: “Sami’alla-hu liman hamidah”, maka bacalah “Alla-huma rabbana-lakalhamd”.
Dan apabila ia telah sujud, (barulah) kamu sujud, dan janganlah kamu sujud
sebelum ia sujud. Dan apabila ia shalat dengan berdiri, hendaklah kamu shalat
dengan berdiri, dan apabila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kamu semua
dengan duduk”. (Diriwayatkan oleh Ahmad begitu juga oleh Abu Dawud dengan lafal
hadits daripadanya).
- Bacaan Jahar dalam Shalat Sunnat
Sebagaimana dalam shalat fardhu, jika shalat sunnat yang
dilakukan pada waktu malam dapat juga membaca bacaan shalat atau do’a dengan
bacaan nyaring atau keras.
Dasarnya penyimpulan Tarjih di atas ialah hadits Aisyah,
Abu Dawud, Surat al-Isra ayat 110 dan Hadits Ibnu Abbas.
Hadits Aisyah;
بِاللَّيْلِ : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ قِرَاءَةُ كاَنَتْ كَيْفَ :أَنَّهَاسُئِلَتْ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) جَهَرَ وَرُبَّمَا أَسَرَّ
رُبَّمَا يَفْعَلُ كاَنَ قَدْ ذَلِكَ كُلُّ :فَقَالَتْ ؟
Artinya: “Karena hadits Aisyah ra. Yang ditanya tentang bagaimana
bacaan nabi saw. Di waktu shalat malam: maka jawabnya: Semuanya pernah beliau
kerjakan, kadang-kadang membaca tidak nyaring dan kadang-kadang beliau membaca
nyaring”. (Diriwayatkan oleh lima ahli hadits (1. Bukhari, 2. Muslim, 3. Ahmad,
4. Abu Dawud, 5. Tirmidzi)).
Hadits Abu Dawud;
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ قِرَاءَةُ كاَنَتْ : قَالَ أَنَّهُ
أَبِىهُرَيْرَةَ عَنْ أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ
طَوْرًا وَيَخْفِضُ طَوْرًا
يَرْفَعُ بِاللَّيْلِ
Artinya: “Dan hadits Abu Hurairah yang berkata: “Adapun bacaan
Rasulullah di waktu malam, sekali-kali nyaring dan sekali-kali tidak nyaring””.
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Surat al-isra ayat
110;
Artinya: “Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama
yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu"” (QS. Al-Isra: 110)
Hadits Ibnu Abbas;
عَلَى وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ قِرَاءَةُ كاَنَتْ :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ
وَلِحَدِيْثِ
(دَاوُدَ أَبُوْ رَوَاهُ) وَهُوَفِىالْبَيْتِ فِىالْحُجْرَةِ مَنْ قَدْرِمَايَسْمَعُهُ
Artinya: “Dan hadits Ibnu Abbas yang berkata: “Bacaan Nabi saw. Adalah
sekedar didengar oleh yang ada di kamar, kalau beliau berada di rumah””.
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
- Pindah Tempat dalam Shalat Sunnat
Menurut tuntunan yang
benar ketika seseorang sesudah mengerjakan shalat sunnat kemudian akan
melakukan shalat fardhu atau sebaliknya selesai shalat fardhu akan dilanjutkan
dengan shalat sunnat, dianjurkan untuk diselai atau diselingi dengan perbuatan
lain seperti berbicara atau sebagaiman sering kita lihat diselingi dengan
pindah tempat. Artinya tempat mengerjakan dua ragam shalat ini berbeda.
Kesimpulan demikian didasarkan pada hadits
dari Umar bin Atha di bawah ini.
بْنِ إِلَىالسَّائِبِ أَرْسَلَهُ جُبَيْرٍ ابْنَ نَافِعَ
أَنَّ الْخُوَارِ أَبِى بْنِ عَطَاءِ بْنِ
عُمَرَ لِحَدِيْثِ
مَعَهُ صَلَّيْتُ ، نَعَمْ :فَقَالَ . الصَّلاَةِ فِى مُعَاوِيَةُ مِنْهُ رَآهُ
شَيْءٍ عَنْ يَسْأَلُهُ نَمِرٍ أُخْتِ
أَرْسَلَ فَلَمَّادَخَلَ . فِىمَقَمِىفَصَلَّيْتُ قُمْتُ الإِمَامُ فَلَمَّاسَلَّمَ . فِىالْمَقْصُوْرَةِ الْجُمُعَةَ
تَخْرُجَ أَوْ حَتَّىتَتَكَلَّمَ تَصْلِهَابِصَلاَةٍ فَلاَ الْجُمُعَةَ اِذَاصَلَّيْتَ لِمَافَعَلْتُ لاَتَعُدْ :اِلَىَّفَقَالَ
بِصَلاَةٍ صَلاَةً لاَنُوْصِلَ أَنْ أَمْرَنَابِذَلِكَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ فَإِنَّ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) أَوْنَخْرُجَ حَتَّىنَتَكَلَّمَ
Artinya: “Karena hadits Umar bin Atha bin Abu Khuwar, bahwa Nafi bin
Jubair pernah menyuruhnya pergi kepada Saib bin Ukhti Namir, untuk menanyakan
tentang sesuatu yang pernah ia lakukan di dalam shalat yang medapat perhatian
Mu’awiyah. Ia menjawab: “Memang aku pernah shalat jum’ah bersama Mu’awiyah di
dalam kerepyak. Setelah imam selesai shalat (membaca salam), aku lalu berdiri
di tempatku dan shalat (sunnat)Dan setelah kembali dia menyuruh aku datang
kepadanya dan berpesan: Janganlah engkau mengulangi perbuatanmu. Apabila engkau
shalat jum’at, janganlah engkau ikuti dengan shalat lain, sebelum engkau
berbicara atau keluar””
- Tahiyyatul Masjid dan Thatawwu’
Berbeda dengan shalat sunnat yang berkaitan dengan
shalat fardhu rawatib, shalat Tahiyyatul Masjid tidak berkaitan dengan shlata
fardhu. Di samping itu terdapat Thatawwu’ lain baik dalam bentuk shalat maupun
lainnya.
Shalat dan do’a Tahiyyatul Masjid dilakukan kapan saja
ketika seseorang masuk ke dalam Masjid.
- Tahiyyatul Masjid
Tahiyyatul Masjid adalah amalan yang dilakukan untuk
menghormati Masjid yang biasanya dilakukan ketika pertama memasuki Masjid.
Bentuk Tahiyyatul Masjid tersebut yang dikenal dan dipraktekkan umum ialah
shalat.
Di samping shalat, Tahiyyatul Masjid juga dapat
berbentuk do’a, sehinga baik shalat maupun do’a keduanya merupakan bentuk
amalan yang dilkukan sebagai penghormatan terhadap Masjid.
Berikut ini tuntunan Tarjih mengenai Shalat Tahiyyatul
Masjid sebagaimanaterdapat dalam HPT.
- Do’a Tahiyyatul Masjid
Mengenai Tahiyyatul Masjid, Tarjih pun mengambil
kesimpulan bahwa jika seseorang masuk Masjid dianjurkan membaca salam bagi Nabi
SAW dan do’a “Allahummaftahli abwa ba rahmatik!”.
Landasan yang dijadikan sumber pengambilan ketetapan di
atas ialah hadits Abu Hurairah berikut ini.
إِذَادَخَلَ : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ أَبِىأُسَيْدٍ عَنْ أَبِىحُمَيْدٍ لِحَدِيْثِ
اللَّهُمَّافْتَحْ :لْيَقُلْ ثُمَّ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَلَى فَلْيُسَلِّمْ الْمَسْجِدَ أَحَدُكُمُ
مُسْلِمٌ رَوَاهُ ) فَضْلِكَ مِنْ
اَسْأَلُكَ إِنِّى اَللَّهّمَّ :فَلْيَقُلْ خَرَجَ وَإِذَا ، رَحْمَتِكَ لِىأَبْوَابَ
(صَحِيْحَةٍ بِأَسَانِيْدَ وَغَيْرُهُمْ مَاجَهْ
وَابْنُ النَّسَائِيُّ وَأَبُوْذَاوُدَوَ
Artinya: “Karena hadits Abu Humaid dari Abu Usaid yang berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Apabila seseorang masuk Masjid, hendaklah membaca
shalawat kepada Nabi lalu berdo’a: “Allahummaf tahli abwa ba rahmatik”. Dan
bila ia keluar hendaklah ia berdo’a: “Allahumma inni as’aluka min fadlik”.”
(Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah dan yang lainya dengan
sanad shahih).
- Shalat Tahiyyatul Masjid
Ketika seseorang memasuki Masjid, sebagai tanda atau
cara menghormati Masjid sebagai Baitullah, disunnahkan untuk engerjakan shalat
dua raka’at sebelum orang tersebut duduk di dalam Masjid itu. Tarjih juga
menetapkan mengenai larangan orang untuk duduk di Masjid sebelum melakukakn
shalat dua raka’at. Demikian pula pada saat imam sedang khutbah pada hari Jum’at, tetap dilarang duduk sebelum
shalat dua raka’at diatas.
Ketentuan di atas didasarkan pada sumber dalil dari
hadits Abu Qatadah dan hadits Jabir bin’Abdullah.
Hadits Abu Qatadah;
أَحَدُكُمُ اِذَادَخَلَ : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ أَبِىقَتَادَةَ لِحَدِيْثِ
رَكْعَتَيْنِ حَتَّىيُصَلِّىَ فَلاَيَجْلِسْ الْمَسْجِدَ
Artinya: “ Karena hadits Abu Qatadah yang berkata bahwa Rasulullah
saw. bersabda: “Apabila seseorang masuk masjid, jangan duduk sebelum Dia shalat
dua raka’at””.
Hadits Jabir bin
Abdullah;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ وَ
الْجُمْعَةِ يَوْمَ رَجُلٌ دَخَلَ :قَالَ عَبْدِاللَّهِ بْنِ
جَابِرِ وَلِحَدِيْث
(رَوَاهُمَاالشَّيْخَانِ) رَكْعَتَيْنِ فَصَلِّ قُمْ :قَالَ .لاَ :قَالَ ؟
أَصَلَّيْتَ :فَقَالَ .يَخْطُبُ وَالسَلَّمَ
Artinya: “Dan hadits Jabir bin ‘Abdullah yang berkata bahwa pernah
ada orang masuk Masjid pada hari Jum’at ketika Nabi saw. sedang berkhutbah,
lalu ditegurnya: ‘Sudahkan Engkau shalat?’. Dia menjawab: ‘Belum!’. Maka sabda
Nabi saw.: ‘Beridirilah dan shalatlah dua raka’at’”. (Keduanya diriwayatkan
oleh Syaikhan atau Bukhari dan Muslim)
- Do’a Keluar Masjid
Tidak ketika memasuki Masjid saja, akan tetapi pada saat
keluar pun diperintantahkan untuk memberikan penghormatan kepada Masjid dengan
membaca do’a. Bunyi do’a keluar Masjid itu adalah “Allahumma inni as’aluka min
fadlik”.
Landasan sumber dalilnya ialah hadits Bukhari dan Muslim
berikut;
فَضْلِكَ مِنْ
إِنِّىاَسْأَلُكَ
اَللَّهُمَّ :فَلْيَقُلْ إِذَاخَرَجَ (١٠)
فِى الْمُتَقَدِّمِ لِلْحَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits yang tersebut dalil nomor 10 diatas:
“Apabila keluar (dari Masjid) hendaklah berdo’a: “Allahumma inni as’aluka min
fadlik””.
- Shalat Fajar
Shalat rawatib yang dimaksud adalah shalat Tathawwu’
yang dilakukan sesudah atau sebelum shalat fardhu yang ragamnya ada lima. Oleh
karena itu shalat rawatib demikian ragamnya pun akan terdiri dari lima.
Sebagian hanya bolrh dilakukan sesudah shalat fardhu,
sebagian boleh dilakukan sebelum dan sesudahnya, sementar lainnya hanya boleh
dilakukan sebelum shalat fardhu.
Shalat fajar adalah shalat rawatib yang dilakukan
sebelum shalat subuh. Mengenai shalat fajar atau shalat sunnat sebelum shalat
subuh, Tarjih dalam HPT menyatakan dilakukan ketika muncul saat fajar sebanyak
dua raka’at singkat. Dasarnya ialah hadits ‘Aisyah dan hadits Hafshah berikut
ini.
Hadits ‘Aisyah (1);
خَيْرٌ رَكْعَتَاالْفَجْرِ :قَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ عَنِ ض ر عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(وَالتِّرْمِذِىُّ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) الدُّنْيَاوَمَافِيْهَا مِنَ
Artinya: “” Karena hadits Aisyah ra. Yang berkata bahwa Nabi saw
bersabda: “Dua raka’at fajar itu lebih baik dari dunia seisinya” .
(Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi).
Hadits ‘Aisyah (2);
أَشَذَّ النَّوَافِلِ مِنَ
عَلَىشَيْءٍ يَكُنْ لَمْ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ وَعَنْهَاأَيْضًا
(الشَّيْخَانِ رَوَاهُ) الصُّبْحِ قَبْلَ
عَلَىرَكْعَتَيْنِ
مِنْهُ مُعَاهَدَةً
Artinya: “Dari ‘Asiyah ra. Juga, bhawa Nabi saw. Mengerjakan shalat
sunnat setekun beliau mengerjakan dua raka’at sebelum Subuh.” (Diriwayatkan
oleh Syaikhan).
Hadits Hafshah;
إِذَاطَلَعَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهِ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَتْ ض
ر حَفْصَةَ وَلِحَدِيْثِ
خَفِفَتَيْنِ إِلاَّرَكْعَتَيْنِ لاَيُصَلِّى الْفَجْرُ
Artinya: “Dan karena hadits Hafshah ra. Yang berkata bahwa Nabi saw.
Itu apabila fajar telah menyingsing, Rasulullah hanya shalat dua raka,at
singkat-singkat”.
Hadits ‘Aisyah (3);
يُصَلِّىرَكْعَتَىِ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهِ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَتْ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
(اَخْرَجَهُمَامُسْلِمٌ) ؟ الْقُرْأَنِ أَفِيْهِمَابِأُمِّ قَرَأَ
هَلْ : أَقُوْلُ حَتَّىاِنِّى الْفَجْرِفَيُخَفِّفُ
Artinya: “Juga karena hadits ‘Asiyah ra. Yang berkata: “Rasulullah
mengerjakan dua raka’at fajar itu singkat sekali, sehingga aku berkata (dalam
hati) “Apakah beliau sudah membaca Fatihah?””. (Keduanya diriwayatkan oleh
Muslim)
Bacaan shalat
fajar. Secara khusus di sini dapat disimpulkan bahwa cara melakukan
shalat fajar ialah dengan membaca surata al-Kafirun sesudah Fatihah pada
raka’at pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada raka’at kedua sesudah membaca
al-Fatihah.
Dasar penetapan
demikian ialah hadits Ibnu Umar di bawah ini;
يَقْرَأُ شَهْرًافَكاَنَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهِ النَّبِىَّ رَفَعْتُ :قَالَ عُمَرَ
ابْنِ لِحَدِيْثِ
وَأَحْمَدُ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) اَحَدُ هُوَاللَّهُ وَقُلْ يَاأَيُّهَاالْكَافِرُوْنَ الْفَجْرِقُلْ قَبْلَ
فِىالرَّكْعَتَيْنِ
مِنْ مَاجَهْ
وَابْنُ وَاَبُوْدَاوُدَوَالنَّسَائِيُّ حِبَّانَ وَابْنُ
أَيْضًامُسْلِمٌ وَرَوَاهُ السُّنَنِ وَأَهْلُ
(أَبِىهُرَيْرَةَ حَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits Ibnu Umar yang berkata bahwa ia telah
mengikuti Nabi sebulan lamanya. Maka beliau dalam shalatnya dua raka’at sebelum
faja membaca surat “Qulya ayyuhal kafirun” dan surat “Qulhu wallahu ahad””.
(Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan ahli sunnah. Sebagai hadits tersebut
diriwayatkan juga oleh Muslim, Ibnu Hibban, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majjah dan
Abu Hurairah).
Selain surat
al-Kafirun dan al-Ikhlas, bacaan shalat Fajar sesudah al-Fatihah ialah surat
al-Baqarah ayat 138 yaitu: ‘Qulu amanna billaahi a maa unzila ilainaa dan
seterusnya ayat’ untuk raka’at pertama dan surat Ali-Imran ayat 64 untuk
raka’at kedua yaitu “Ya ahlal kitaabi ta’aalau ila kalimatin sawaain bainanaa
wa bainakum . . . dan seterusnya ayat”, atau dari ayat al-Qur’an yang mudah
dibaca.
Walaupun para ulama menetapkan mana yang untuk raka’at
pertama dan kedua, kiranya dapat
difahami bahwa al-Baqarah untuk yang pertama dan Ali Imran untuk raka’at kedua.
Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah dan hadits riwayat
Muslim sebagaimana kutipan HPT di bawah ini.
Hadits Abu Hurairah;
يَقْرَأُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهِ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ : قَالَ ر
ض أَبِىهُرَيْرَةَ وَلِحَدِيْثِ
:عِمْرَانَ فِىْاَلِى وَالَّتِى -اَلاَيَةَ- اِلَيْنَا وَمَااُنْزِلَ اَمَنَّابِاللَّهِ قُوْلُوْا :فِىرَكْعَتِىَالْفَجْرِ
وَأَبُوْدَاوُدَ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) -اَلاَيَةَ- وَبَيْنَكُمْ بَيْنَنَا سَوَاءٍ تَعَالَوْاإِلَىكَلِمَةٍ الْكِتَبِ يَااَهْلَ
(وَالنَّسَائِيُّ
Artinya: “Karena hadits Abu Hurairah ra. Yang berkata bahwa
Rasulullah saw. Ada kalanya membaca dalam shalat fajar, “Qulu amanna billaahi a
maa unzila ilainaa . . .” seterusnya ayat 136 surat al-Baqarah dan “Ya ahlal
kitaabi ta’aalau ila kalimatin sawaain bainanaa wa bainakum . . .” dan
seterusnya ayat 64 surat Ali Imran”. (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan
Nasai)
Hadits riwayat
Muslim serta Abu Dawud;
أَبِىهُرَيْرَةَ وَلِحَدِيْثِ .بِاَنَّامُسْلِمُوْنَ وَاشْهَدْ اَمَنَّابِاللَّهِ :وَفِىالاَخِرَةِ :لِمُسْلِمٍ رِوَايَةٍ وَفِى
. (أَبُودَاوُدَ رَوَاهُ) . اللَّهُ وَبِمَاشَاءَ الْقُرْأَنِ بِاُمِّ
اقْرَأْ ثُمَّ : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ قَالَ
شِئْتَ بِمَا
ثُمَّ :بِلَفْظِ حِبَّانَ ابْنِ
وَفِىرِوَايَةِ
Artinya: “Dan dalam riwayat Muslim; “Pada raka’at akhir membaca: “Aa
manna billaahi wasyhad biannaa muslimuun””.(Surat Ali Imran ayat 52). Dan
karena hadits dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw. Bersabda: “Kemudian engkau
bacalah Ummul Qur’an (Fatihah) dan apa yang disukai Allah”. (Diriwayatkan oleh
Abu Dawud). Dan pada riwayat Ibnu Hibban dengan kata-kata: “Kemudian (engkau
baca) apa yang engkau sukai””.
- Sesudah dan Sebelum Shalat Dzuhur
Shalat sunnat di sekitar Dzuhur dilakukan dua raka’at
atau empat raka’at sebelum Dzuhur, dmikian pula sesudahnya. Penetapan
ini didasarkan pada sumber-sumber dalil dari hadits dari Abdullah ibnu Umar,
dua hadits Ummu Habibah, dua hadits Aisyah dan Tirmidzi.
Hadits Abdullah bin Umar;
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ عَنْ حَفِظْتُ :قَالَ عُمَرَ
بْنِ عَبْدِاللَّهِ لِحَدِيْثِ
وَرَكْعَتَيْنِ ، الْمَغْرِبِ بَعْدَ وَرَكْعَتَيْنِ ، بَعْدَالظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ الظُّهْرِ قَبْلَ رَكْعَتَيْنِ
(وَغَيْرُهُمَا وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) الْغَدَاةِ قَبْلَ
وَرَكْعَتَيْنِ ، الْعِشَاءِ بَعْدَ
Artinya: “Karena hadits Abdulah Ibnu Umar yng berkata: “Yng Aku
ingat dari Rasulullah saw. ialah dua raka’at sebelum Dzuhur, dua raka’at
sesudah Dzuhur, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah Isya, dan dua
raka’at sesudah Subuh””. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Lain-lain). Dan
diriwayatkan oleh Muslim dan Ahli Sunan (Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu
Majah, Daraquthni dan Darimi) seperti tersebut diatas dari Ummu Habibah.
` Hadits Ummu Habibah
(1);
سَمِعْتُ : قَالَتْ وَلِحَدِيْثِهَا . حَبِيْبَةَ أُمِّ حَدِيْثِ مِنْ السُّنَنِ وَأَهْلُ مُسْلِمٌ نَحْوَهُ وَأَخْرَجَ
وَاَرْبَعًا الظُّهْرِ قَبْلَ
رَكَعَاةٍ أَرْبَعَ صَلَّى مَنْ :يَقُوْلُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ
(حِبَّانَ وَابْنُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ السُّنَنِ وَأَهْلُ أَحْمَدُ رَوَاهُ) عَلَىالنَّارِ اللَّهُ بَعْدَهَاحَرَّمَهُ
Artinya: “Dan karena hadits Ummu Habibah yang berkata: Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa shalat empat raka’at sebelum Dzuhur dan empat raka’at sesudahnya,
Allah mengharamkannya dari api neraka”. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ahli Sunan
(*) yang dishahihkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Hiban).
Hadits Aisyah (1);
الظُّهْرِ قَبْلَ
اَرْبَعًا لاَيَدْعُ كاَنَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
(دَاوُدَ وَأَبُو الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) الْغَدَاةِ صَلاَةِ قَبْلَ وَرَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Dan hadits Aisyah ra. yang berkata bahwa Nabi saw. tidak
pernah meninggalkan shalat empat raka’at sebelum Dzuhur dan dua raka’at sebelum
shalat Subuh”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Dawud).
Hadits Aisyah (2);
مِنَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ صَلاَةِ عَنْ سُئِلَتْ عِنْدَمَا أَيْضًا عَنْهَا
وَرُوِىَ
ثُمَّ ، فَيُصَلِّىبِالنَّاسِ يَخْرُجُ ثُمَّ الظُّهْرِأَرْبَعًافِىبَيْتِى يُصَلِّىقَبْلَ : قَالَتْ ،
التَّطَوُّعِ
إِلَىبَيْتِي يَرْجِعُ ثُمَّ الْمَغْرِبَ يُصَلِّىبِالنَّاسِ وَكاَنَ
فَيُصَلِّىرَكْعَتَيْنِ
إِلَىبَيْتِى يَرْجِعُ
بَيْتِىفَيُصَلِّى يَدْخُلُ ثُمَّ الْعِشاَءَ يُصَلِّىبِهِمُ وَكاَنَ
فَيُصَلِّىرَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Dan diriwayatkan juga dari Aisyah ra. bahwa ketika ditanya
tentang cara Nabi saw. melakukan shalat Tathawwu, mengatakan: “Beliau
mengerjakan shalat empat raka’at sebelum Dzuhur di rumahku, kemudian mengimami
orang banyak (di masjid), lalu kembali ke rumahku untuk melakukan shalat dua
raka’at. Ada kalanya beliau shalat Maghrib mengimami orang banyak lalu pulang
ke rumahku untuk mengerjakan shalat dua
raka’at. dan adakalanya Nabi saw. shalat Isya mengimami mereka, kemudian masuk
ke rumakhu untuk shalat dua raka’at . . .”seterusnya hadits”.
Hadits Ummu Habibah
(2);
مَنْ :يَقُوْلُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ سَمِعْتُ :قَالَتْ حَبِيْبَةَ أُمِّ وَلِحَدِيْثِ
: وَفِىرِوَايَةٍ ٠ فِىالْجَنَّةِ بَيْتٌ بِهِنَّ لَهُ
بُنِىَ وَلَيْلَةٍ فِىْيَوْمٍ رَكْعَةً عَشَرَةَ اثْنَتَى صَلَّى
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) تَطَوُّعًا
Artinya: “Dan karena hadits Ummu Habibah yang berkata bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa shalat 12 raka’at dalam
sehari semalam, akan didirikan baginya rumah di surga”. Dan dalam riwayat
hadits lain dengan tambahan kata ‘bertathawwu’”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
Hadits Tirmidzi;
بَعْدَهُ وَرَكْعَتَيْنِ الظُّهْرِ أَرْبَعًاقَبْلَ :وَفِيْهِ . وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِىُّ وَقَدْرَوَاهُ
قَالَ . الْفَجْرِ صَلاَةِ قَبْلَ وَرَكْعَتَيْنِ الْعِشَاءِ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَالْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ
بَعْدَالْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ بَدَلَ
الْعَصْرِ قَبْلَ وَذَكَرَرَكْعَتَيْنِ ، الصُّبْحِ قَبْلَ : النَّسَائِيُّ
Artinya: “Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan dishahihkannya dan
oleh Nasai dengan sebutan: empat raka’at sebelum Dzuhur serta dua raka’at
sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah Isya dan dua
raka’at sebelum shalat fajar”. Berkata Nasai: “Sebelum Subuh” dan disebutkan:
dua raka’at sebelum Ashar “pengganti” dua raka’at sesudah Isya”.
- Shalat Sunnat hari Jum’at
Khusus shalat Tathawwu’ pada hari Jum’at, jumlah
raka’atnya tidak terbatas, sehingga dapat dikerjakan begitu berada di dalam
Masjid sesudah Tahiyyatul Masjid hingga datangnya imam. Sementara untuk shalat
sunnat sesudah shalat Jum’at dapat dilakukan dengan dua atau empat raka’at.
Sumber dalil yang dipergunakan oleh para ahli mengambil
kesimpulan demikian ialah hadits Nafi’, hadits riwayat Muslim dan hadits Abu
Hurairah.
Hadits Nafi’;
بَعْدَهَارَكْعَتَيْنِ وَيُصَلِّى الْجُمْعَةِ قَبْلَ
الصَّلاَةَ يُطِْلُ عُمَرَ ابْنُ كاَنَ :قَالَ نَافِعٍ
لِحَدِيْثِ
رَوَاهُ) ذَلِكَ يَفْعَلُ كاَنَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ وَيُحَدِّثُ فِىْبَيْتِهِ
(أَبُوْدَاوُدَ
Artinya: “Karena hadits Nafi’ yang berkata: “Ada kalanya Ibnu Umar
lama bershalat sebelum Jum’at, lalu shalat sesudahnya dua raka’at di rumahnya”
dan ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. menjalankan hal yang serupa itu.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Hadits riwayat
Muslim;
قَبْلَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَعَ صَلَّيْتُ :قَالَ حَدِيْثِهِ مِنْ
مُسْلِمٌ وَرَوَى
سَجْدَتَيْنِ الْعِشَاءِ وَبَعْدَ سَجْدَتَيْنِ الْمَغْرِبِ وَبَعْدَ سَجْدَتَيْنِ وَبَعْدَهَا سَجْدَتَيْنِ الظُّهْرِ
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ مَعَ
فَصَلَّيْتُ وَالْجُمْعَةُ وَالْعِشَاءُ فَاَمَّاالْمَغْرِبُ . سَجْدَتَيْنِ الْجُمْعَةِ وَبَعْدَ
فِىبَيْتِهِ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ
Artinya: “Dan diriwayatkan oleh Muslim dari Hadits Ibnu Umar yang
berkata: “Aku pernah shalat bersama-sama Rasulullah saw. dua raka’at sebelum
Dzuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at
sesudah Isya dan dua raka’at sesudah Jum’at. adapun pada Maghrib, Isya, dan
Jum’at, akau kerjakan bersama-sama Nabi di rumahnya””.
Hadits dari Abu
Hurairah;
صَلَّىأَحَدُكُمْ إِذَا : وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ أَبِىهُرَيْرَةَ وَلِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) بَعْدَهَاأَرْبَعًا فَلْيُصَلِّ الْجُمْعَةَ
Artinya: “Dan karena hadits Abu Hurairah yang berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Apabila orang mengerjakan shalat Jum’at hendaklah ia
shalat empat raka’at sesudahnya””. (Diriwayatkan oleh Muslim).
- Dua Raka’at Sebelum Ashar
Adapun shalat sunnat yang berhubungan dengan shalat
rawatib shalat Ashar hanya dilakukan sebelum shalat Ashar denga dua raka’at.
dasarnya ialah hadits Ummu Habibah sebagaimana telah dikutip dalam bahasan
mengenai rawatib Dzuhur.
Teks asli ketetapan Tarjih sebagaimana kutipan di bawah
ini.
الْعَصْرِ قَبْلَ
رَكْعَتَيْنِ وَذَكَرَ :وَفِيْهِ (۱٦) فِى كَمَاسَبَقَ الأَخِرِ حَبِيْبَةَ أُمِّ لِحَدِيْثِ
الْعِشَاءِ بَعْدَ
رَكْعَتَيْنِ -بَدَلَ-
Artinya: “Karena hadits Ummu Habibah yang akhir sebagai dalil no. 16
diatas, yang menyebutkan: “Dua raka’at sebelum Ashar pengganti dua raka’at
sesudah Isya””.
- Dua Raka’at sebelum Maghrib
Shalat Sunnat waktu maghrib dilakukan dengan
mengerjakan shalat dua raka’at sebelum
dan sesudah shalat maghrib dilakukan. Dasarnya ialah hadits Anas bin Malik dan
hadits Abdullah bin Mughaffal Muzammil. Khususnya dasar dua raka’at sesudah
Maghrib adalah hadits Ummu Habibah mengenai Rawatib Dzuhur.
Hadits Anas Bin Malik;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلِ عَلَىعَهْدِ كُنَّانُصَلِّى :قَالَ ض
ر مَالِكٍ بْنِ أَنَسِ
لِحَدِيْثِ
رَسُوْلُ أَكاَنَ :لَهُ فَقَلَتْ الْمَغْرِبِ صَلاَةِ
قَبْلَ الشَّمْسِ بَعْدَغُرُبِ رَكْعَتَيْنِ وَالسَلَّمَ
وَلَمْ يَأْمُرْنَا نُصَلِّيْهِمَافَلَمْ يَرَانَا كاَنَ :قَالَ ؟ صَلاَّهُمَا وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) يَنْهَنَا
Artinya: “Karena hadits Anas bin Malik yang berkata: “Pada masa
hidup Nabi Muhammad saw. kami kerjakan dua raka’at sesudah matahari terbenam
sebelum shalat Maghrib”. Aku tegur dia: “Adakh Rasulullah saw. sendiri
mengerjakan itu?. Jawabnya: “Beliau saw. melihat kami mengerjakan dua raka’at
itu, tetapi tidak menyuruh kami ataupun melarang kami””. (Diriwayatkan oleh
Muslim).
Hadits Abdullah bin
Mughaffal Muzanni;
قَبْلَ صَلُّوْا :قَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ عَنِ الْمُزَنِىِّ مُغَفَّلٍ بْنِ عَبْدِاللَّهِ وَلِحَدِيْثِ
أَنَّ : وَزَادَ حِبَّانَ وَابْنُ الْبُخَارِيُّ رَوَاهُ )-شَاءَ لِمَنْ : فِىالثَّالِثَةِ قَالَ- الْمَغْرِبِ صَلاَةِ
(رَكْعَتَيْنِ الْمَغْرِبِ صَلَّىقَبْلَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ أَنَّ
Artinya: “Dan karena hadits Abdullah bin Mughaffal Muzanni dari Nabi
saw. bersabda: “Kerjakanlah shalat itu sebelum Maghrib”. Lalu pada tiga kalinya
beliau mengatakan: “Bagi yang suka ””. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan
tambahan bahwa Nabi shalat sebelum Maghrib dua raka’at).
- Dua Raka’at sesudah Isya’
Untuk shalat Sunnat Rawatib pada waktu Isya dilakukan
dengan mengerjakan shalat dua atau empat raka’at sesudah shalat Isya.dasarnya
ialah hadits Ibnu Umar, Ummu Habibah dan Aisyah yang telah dikutip pada bagian
terdahulu dan hadits Ashim bin Dlamrah dari Ali ra. serta hadits Zurarah bin
Abu Aufa di bawah ini.
Hadits Ashim bin Dlamrah dari Ali ra.
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ كاَنَ :عَلِىٍّقَالَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ عَاصِمِ
لِحَدِيْثِ
(اَبُوْدَاوُدَ اَخْرَجَهُ) اِلاَّالْفَجْرَوَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ مَكْتُوْبَةٍ صَلاَةٍ
يُصَلِّىفِىإِثْرِكُلِّ
Artinya: “Karena hadits bin Ashim bin Dlamrah dari Ali ra. yang
berkata bahwa Rasulullah saw. setiap selesai shalat fardhu selalu mengerjakan
shalat dua raka’at, selain Subuh dan Ashar”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Hadits Zurarah bin
Abi Aufa;
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلِ صَلاَةِ عَنْ سُئِلَت عاَئِشَةَ أَنَّ
أَوْفَ أَبِى بْنِ زُرَارَةَ لِحَدِيْثِ
يَرْجِعُ ثُمَّ
فِىجَمَاعَةٍ الْعِشَاءَ يُصَلِّى كاَنَ :فَقَالَتْ اللَّيْلِ فِىجَوْفِ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ
(أَبُودَاوُدَ رَوَاهُ). وَيَنَامُ فِرَاشِهِ إِلَى
يَأْوِى ثُمَّ رَكَعَاتٍ أَرْبَعَ فَيَرْكَعُ أَهْلِهِ إِلَى
Artinya: “Karena hadits Zurarah bin Abi Aufa bahwa Aisyah ra. pernah
ditanya tentang shalat Rasulullah saw. di tengah malam, dan ia menjawab:
“Adalah beliau shalat Isya berjama’ah, kemudian pulang kepada keluarganya, lalu
shalat empat raka’at kemudian masuk ke tempat tidurnya dan tidur””.
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
- Shalat Dluha
Shalat Dluha ialah shalat sunnat yang dilakukan pada
waktu Dluha ialah saat matahari terbit sesudah masa fajar. Dalam bahasan Tarjih
waktu itu disebut dengan saat ketika matahari meninggi dengan dua atau empat
atau delapan raka’at singkat-singkat.
Pegangan dalil yang dipakai Tarjih ialah dua hadits Ummu
Hanik, hadits Abu Hurairah, Hadits Abu Dzar, Mu’adz dan hadits riwayat Muslim.
Hadits Ummi Hanik;
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ أَخْبَرَتْ أَبِىطَالِبٍ بِنْتِ هَانِئٍ أُمِّ لِحَدِيْثِ
فَرَكَعَ قَامَ
ثُمَّ فَاغْتَسَلَ عَلَيْهِ فَسُتِرَ فَأُتِىَبِتَوْبٍ الْفَتْحِ يَوْمَ النَّهَارُ مَاارْتَفَعَ اَتَىبَعْدَ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ . ثَمَانِىَرَكَعَاٍ
Artinya: “Berdasarkan hadits Ummi Hanik putri Abu Thalib
yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. pada hari penaklukan kota Makkah datang
menjelang waktu matahari tinggi dan dibawakan sehelai kain untuk dibuat tabir
baginya, lalu beliau mandi kemudian beliau shalat delapan raka’at”. (Riwayat
Muslim).
Hadits Abu Hurairah;
ثَلاَثَةِ بِصِيَامِ :ثَلاَثٍ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ خَلِيْلِى أَوْصَانِى : قَالَ أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ). أَرْقُدَ أَنْ
قَبْلَ أُوْتِرَ وَأَنْ الضُّحَى وَرَكْعَتَىِ ، شَهْرٍ كُلِّ مِنْ اَيَّامٍ
Artinya: “Beralasan hadits Abu Hurairah yang mengatakan:
“Rasulullah saw. menganjurkan padaku tiga perkara; puasa tiga hari tiap bulan,
dua raka’at Dhuha dan agar aku kerjakan witir sebelum tidur””. (Riwayat
Muslim).
Hadits Abu Dzar;
مِنْ سُلاَمَى عَلَىكُلِّ يُصْبِحُ :قَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ ذَرٍّعَنِ أَبِي وَحَدِيْثٍ
وَأَمْرٌ صَدَقَةٌ تَكْبِيْرَةٌ وَكُلُّ
صَدَقَةٌ تَهْلِيْلَةٍ وَكُلُّ صَدَقَةٌ تَحْمِيْدَةٍ وَكُلُّ صَدَقَةٌ أَحَدِكُمْ
يَرْكَعُهُمَامِنَ رَكْعَتَيْنِ ذَلِكَ
مِنْ وَيُجْزِئُ ، صَدَقَةٍ الْمُنْكَرِ وَنَهْىِعَنِ صَدَقَةٌ بِالْمَعْرُوْفِ
(أَبُوْدَاوُدَبِأَلْفَاظٍ أَيْضًا
وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) الضُّحَى
Artinya: “Beralasan pula hadits Abu Dzar yang mengatakan bahwa Nabi
saw. pernah bersabda: “Tiap ruas tulang daripadamu ada sedekahnya dan setipa
bacaan tasbih itu merupakan sedekah, begitu pula tiap bacaan tahmid itu sedekah
dan tiap bacaan tahlil itu sedekah dan tiap bacaan takbir itu sedekah. Amar
ma’ruf itu sedekah dan nahi munkar itu sedekah. Dari segala itu akan memadailah
dua raka’at shalat Dluha””. (Riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Hadits Mu’adz;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ كاَنَ كَمْ :ض ر عَائِشَةَ سَأَلَتْ أَنَّهَا مُعَاذَةَ لِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) وَيَزِيْدُمَاشَاءَ رَكَعَاتٍ أَرْبَعَ :قَالَتْ ؟ الضُّحَى يُصَلِّىصَلاَةَ وَالسَلَّمَ
Artinya: “Beralasan hadits Mu’adz yang menceritakan, bahwa ia pernah
bertanya kepada Aisyah: “Berapa rakaat Rasulullah saw. mengerjakan shalat
Dluha?. Ia menjawab: “Empat raka’at dan adakalanya menambah sesukanya””.
(Riwayat Muslim).
Hadits Ummi Hanik
(2);
الْفَتْحِ يَوْمَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ طَالِبٍ
أَبِى بِنْتِ هَانِئٍ أُمِّ لِحَدِيْثِ
(أَبُودَاوُدَ رَوَاهُ) رَكْعَتَيْنِ كُلِّ
مِنْ يُسَلِّمُ الضُّحَىثَمَانِىَرَكَعَاتٍ
صَلَّىسُبْحَةَ
Artinya: “beralasan hadits Ummi Hanik putri Abu Thalib yang
menceritakan bahwa Rasulullah saw. pada hari penaklukan kota Makkah mengerjakan
shalat Dluha delapan raka’at dengan salam tiap dua raka’at”. (Riwayat Abu
Dawud).
Hadits Riwayat
Muslim;
يَوْمَ بَيْتَهَا دَخَلَ
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عَنْهَاأَنَّهَاحَدَّثَتْ مُسْلِمٌ وَرَوَى
يُتِمُّ كاَنَ
أَنَّهُ مِنْهَاغَيْرَ أَخَفَّ صَلَّىصَلاَةً مَارَأَيْتُ فَصَلَّىثَمَانِىَرَكَعَاتٍ مَكَّةَ فَتْحِ
وَالسُّجُوْدَََ الُّركُوْعَ
Artinya: “Muslim meriwayatkan pula daripadanya bahwa pernah ia
menceritakan tentang Nabi saw. masuk rumahnya pada hari penaklukan kota Makkah
lalu shalat delapan raka’at: “Belum pernah aku lihat beliau shalat secepat itu,
meskipun cukup tertib ruku’ dan sujudnya””.
- Shalat Safar (Perjalanan)
Shalat safar ialah shalat yang dilakukan ketika seseorang
melakukan perjalanan (safar) baik pada saat akan berangkat maupun sesudah ia
pulang ke rumahnya kembali. Adapun jumlah raka’atnya ialah sebanyak dua
raka’at.
Penyusunn mengambil kesimpulan demikian didasarkan pada
hadits Ibnu Mas’ud dan hadits Muth’i'm bin Miqdad serta hadits Jabir bin
Abdullah dan Ka’ab bin Malik. Hadits-hadits tersebut sebagaiman dikutip dalam Hadits di bawah ini.
Hadits Ibnu Mas’ud;
: فَقَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ للَّهِ ا اِلَى جَاءَرَجُلٌ :قَالَ ض
ر مَسْعُوْدٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ فقَالَ .تِجَارَةً الْبَحْرَيْنِ إِلَى
أَخْرُجَ أَنْ أُرِيْدُ إِنِّى ، اللَّهِ يَارَسُوْلَ
(مُوَثَّقُوْنَ وَرِجَلُهُ :الزَّوَائِدِ فِىمُجْمَعِ وَقَالَ
فِىالْكَبِيْرِ الطَّبَرَانِيُّ رَوَاهُ) وَالسَلَّمَ
Artinya: “Beralasan hadits Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Pernah
datanga seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dan berkata: “Hai Rasulullah
saw., saya hendak pergi ke Bahrain untuk urusan dagang. Lalu Rasulullah saw.
menyuruh orang itu: “Pergilah shalat Dua raka’at””. (Riwayat Thabarani dalam
al-Kabir)
Hadits Muth’i'm bin
Miqdad;
آَحَدٌعِنْدَ مَاخَلَفَ :قَالَ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ المِقْدَادِ بْنِ الْمُعْطِمِ وَحَدِيْثِ
وَقَدْ الطَّبَرَانِيُّ رَوَاهُ ). يُرِيْدُسَفَرًا حِيْنَ
عِنْدَهُمْ يَرْكَعُهُمَا رَكْعَتَيْنِ مِنْ اَفْضَلَ أَهْلِهِ
(الْحَدِيْثِ لهَذَا ذِكْرِهِ بَعْدَ الصَّلاَةِ هَدِهِ
فِىالاَذْكاَرِصِفَةَ
النَّووِىُّ ذَكَرَ9+
Artinya: “beralasan pula hadits Muth’i'm bun Miqdad yang
menceritakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: “Tiadalah sesuatu yang sangat
utama bagi seseorang yang hendak meninggalkan suatu pada keluarganya melebihi
shalat dua raka’at yang ia kerjakan di tengah mereka kalau ia hendak
berpergian””. (Riwayat Thabarani)
Hadits Jabir bin Abdullah;
وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَعَ كُنْتُ :قَالَ ض
ر عَبْدِاللَّهِ بْنِ جَابِرِ
لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَفَّقٌ) رَكْعَتَيْنِ فَصَلِّ
الْمَسْجِدَ اُدْخُلِ :لِى قَالَ
الْمَدِيْنَةَ فَلَمَّاقَدِمْنَا ، فِىسَفَرٍ
Artinya: “Beralasan hadits Jabir bin Abdullah yang
mengatakan: pernah aku bersama-sama Rasulullah saw. dalam perjalanan. Lalu
setiba kami (kembali) di Madinah beliau berkata: “Masuklah ke Mesjid dan
lakukan shalat dua raka’at”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Hadits Ka’ab bin Malik;
مِنْ لاَيَقْدَمُ وَالسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ مَالِكٍ
ابْنِ كَعْبٍ وَحَدِيْثِ
جَلَسَ ثُمَّ
رَكْعَتَيْنِ فِيْهِ فَصَلَّى بِالْمَسْجِدِ بَدَأَ فَإِذَاقَدِمَ ، سَفَرٍإِلاَّنَهَارًافِىالضُّحَى
(مُسِْلمٌ رَوَاهُ) فِيْهِ
Artinya : “Beralasan pula hadits Ka’ab bin Malik yang
menceritakan bahwa Rasulullah saw. tiada kemabli dari suatu perjalanan jauh
melainkan di waktu siang hari menjelang Duha dan jika dia tiba maka pertama
kali ia masuk masjid lalu shalat dua raka’at, baru ia duduk di situ.” (Riwayat
Muslim)
- Shalat Istikharah
Shalat Istikharah ialah shalat yang dilakukan ketika
seseorang mengalami kesulitan untuk menentukan pilihan dianatara berbagai
alternatif yang tersedia. Sementara dari berbagai alternatifyang tersedia dari
pertimbangan rasional dan data yang dipergunakan mengambil keputusan sama-sama
memiliki kedudukan yang kuat, apdahal tidak mungkin menetapkan satu pilihan
kecuali harus menolak yang lain.
Penyusun merumuskan bahwa Shalat Istikharah dilakukan
untuk mengambil ketegasan mengenai sesuatu yang penting. Shalat demikian
dilakukan di luar shalat wajib dengan membaca do’a tertentu. selesai membaca
do’a lalu orang yang bersangkutan menyebut apa yang sedang
menjadi kepentingannya.
Para ulama tidak menjelaskan lebih
lanjut mengenai ketentuan waktu diluar shalat wajib tersebut demikian pula
mengenai rincian pelaksanaannya. Landasan rumusan demikian itu ialah
hadits Jabir bin Abdullah berikut ini;
عَلَيْهِ
وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ كاَنَ : قَالَ ض
ر عَبْدِاللَّهِ بْنِ جَابِرِ
لِحَدِيْثِ
أَحَدُكُمْ إِذَاهَمَّ :يَقُوْلُ الْقُرْأَنِ مِنَ يُعَلِّمُنَاسُوْرَةَ فِىالاُمُرِكَمَا يُعَلِّمُنَاالاِسْتِخَارَةِ
رِوَايَةِ مِنْ . اَلْحَدِيْثِ) –لْيَقُلْ ثُمَّ الْفَرِيْضَةِ غَيْرِ مِنْ
رَكْعَتَيْنِ فَلْيَرْكَعبِأَمْرٍ
(الْبُخَارِىِّ
Artinya: “Beralasan hadits bin Abdullah yang mengatakan: “Rasulullah
saw. kepada kami beristikharah dalam segala hal sebagaimana ia mengajarkan
kepada kami surat dari al-Qur’an itu. Ia mengatakan: “Apabila ada kepentingan
bagimu untuk melakukan sesuatu hendaklah kerjakan shalat dsua raka’at diluar
shalat fardhu, kemudian membaca (do’a) . . . (Lihat bacaan do’a shalat
Istikharah)”.
Adapun bacaan do’a
itu ialah sebagaimana nukilan di bawah ini;
الْعَظِيْمِ فَضْلِِكَ مِنْ
وَأَشْأَلُكَ بِقُدْرَتِكَ وَاَسْتَقْدِرُكَ بِعِلْمِكَ أَسْتَخِيْرُكَ اِنِّى اَللَّهُمَّ
تَعْلَمُ كُنْتَ
إِنْ اَللَّهُمَّ . الْغُيُوْبِ عَلاَّمُ وَأَنْتَ وَلاَأَعْلَمُ وَلاَأَقْدِرُوَتَعْلَمُ تَقْدِرُ فَإِنَّكَ
أَوْعَاجِلِ) أَمْرِى وَعَاقِبَةِ وَمَعَاشِى وَدُنيَاىَ فِىدِيْنِى هَذَاالاَمْرَخَيْرٌلِى أَنَّ
هَذَالاَمْرَ اَنَّ
تَعْلَمُ كُنْتَ وَاِنْ ، فِيْهِ لِى بَارِكْ ثُمَّ لِى
فَاقْدُرْهُ (أَمْرِىوَاَجِلِهِ
فَاصْرِفْهُ (وَاَجِلِهِ أَمْرِى اَوْعَاجِلِ) أَمْرِى وَعَاقِبَةِ وَمَعَاشِى دُنْيَاىَ فِي شَرُّلِى
بِهِ رَضِّنِى ثُمَّ
كاَنَ الْخَيْرَحَيْثُ وَاقْدُرْلِىَ عَنْهُ وَاصْرِفْنِى عَنِّى
“Allahumma inni astahiruka biilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as
aluka min fadlikal ‘adhim, fainnaka taqdiru wa la aqdiru wa ta’lamu wa la a’lamu
wa anta a’almul ghuyub. Allahumma in kunta ta’lamu anna ha dzal amra khairun li
fi dini wa dunya ya wa ma’asyi wa aqibati amri ()”
Artinya: “Ya Allah, arahkanlah diriku kepada yang baik dengan
ilmu-Mu, dan berikanlah aku kemampuan dengan kekuasaan-Mu yang melimpah, sesungguhnya Engkau Yang Maha
Kuasa, dan aku tidak kuasa sedikitpun. Dan Engkaulah yang Maha Mengetahui, dan
aku tidak tahu sedikitpun. Dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang
Ghaib. Ya Allah jika hal ini baik bagiku, bagi agama, dunia, penghidupan dan
kesudahan urusanku, maka mohon Engkau tetapkan kebaikan dan kemudahan bagiku,
kemudian limpahkanlah berkah bagiku. Jika hal ini jelek bagiku, bagi agama,
dunia, penghidupan dan kesudahan urusanku, mohon Engkau jauhkan ia dari padaku
dan jauhkan aku dari padanya dan limpahkanlah kepadaku keutamaan juga adanya,
kemudian jadikanlah aku orang yang rela dengan pemberian itu”.
+ komentar + 1 komentar
bapa terlalu banyak mah jadi ngeprintnya banyak mahal lagi
Posting Komentar