KHUTBAH
JUMAT PERTAMA
الْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِالْأَمْوَالِ، وَأَبَاحَ لَنَا التَّكَسُّبَ
بِهَا عَنْ طَرِيْقِ حَلاَلٍ، وَشَرَعَ لَنَا تَصْرِيْفَهَا فِيْمَا يُرْضِيْ
الْكَبِيْرَ الْمُتَعَالَ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَكْرَمُ
النَّاسِ فِيْ بَذْلِ الدُّنْيَا عَلَى
الْإِسْلاَمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا،
أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا
اللهَ تَعَالىَ وَأَدُّوْا مَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ فِيْ أَمْوَلِكُمْ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji dan syukur kita
panjatkan ke hadirat Allah Ta’ala atas berbagai limpahan nikmat dan
karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dialah Allah Ta’ala satu-satu-Nya
yang memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Saya bersaksi bahwasanya tidak
ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah Ta’ala semata, dan saya
bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
beliau, keluarga, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jalannya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada
Allah Ta’ala dan senantiasa memohon rahmat serta pertolongan-Nya. Tanpa
rahmat dan pertolongan-Nya, manusia tentu tidak akan mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena manusia pada asalnya adalah makhluk yang lemah. Saat
dilahirkan, dia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa serta tidak bisa
memberikan manfaat bagi dirinya. Kemudian Allah Ta’ala berikan kepada
hamba-hamba-Nya berbagai kenikmatan dan kemudahan untuk mendapatkan rezeki yang
banyak dan beraneka ragam. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah mensyukuri
pemberian-pemberian tersebut dengan menjalankan kewajiban-kewajiban yang
diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa
pemberian-pemberian Allah Ta’ala yang berupa makanan, harta
benda, anak, dan semisalnya merupakan ujian bagi manusia. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan ketahuilah bahwa harta-harta kalian dan
anak-anak kalian itu tidak lain hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
Di samping itu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةٌ وَفِتْنَةُ أُمَّتِيْ الْمَالُ
“Sesungguhnya
pada setiap umat ada fitnah dan fitnah umat-Ku adalah harta.” (H.R.
At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Hadirin rahimakumullah,
Godaan harta ini akan datang dari berbagai sisi. Di antaranya adalah
dari cara mencarinya. Dari sisi ini, sebenarnya Allah Ta’ala telah
mensyariatkan berbagai cara dalam mendapatkan harta, yang semuanya dibangun di
atas keadilan dan jauh dari perbuatan zalim, jahat, atau menyakiti orang lain.
Maka orang-orang yang bertakwa kepada Allah Ta’ala tentu akan senantiasa
memerhatikan batasan-batasan syariat dalam mendapatkannya. Jauh dari unsur
riba, judi, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya, yang semuanya termasuk dalam
bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Mereka mengetahui bahwa
hal ini dilarang oleh Allah Ta’ala, di antaranya dalam firman-Nya (yang
artinya),
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan dengan suka sama suka di antara
kalian.” (An-Nisa’: 29)
Dengan sebab perhatian terhadap batas
dan aturan-aturan Allah Ta’ala dalam mencarinya, maka harta yang
diperoleh pun menjadi barakah. Harta yang diperolehnya akan menjadi sebab
kebaikan bagi yang memilikinya, baik saat diinfakkan, disedekahkan maupun di
saat hartanya nanti menjadi warisan bagi ahli warisnya. Sehingga hartanya
menjadi kebaikan bagi dirinya di dunia dan akhirat. Sedangkan orang-orang yang
tidak bertakwa, mereka tidaklah memedulikan halal atau tidaknya mata
pencaharian mereka. Yang halal bagi mereka adalah segala cara yang bisa mereka
lakukan, meskipun di dalamnya ada unsur penipuan, riba, judi maupun menzalimi
orang lain. Sehingga hartanya pun tidak barakah dan tidak ada manfaatnya.
Apabila dimakan atau diinfakkan maka dia telah memakan atau menafkahi dengan
harta yang haram. Apabila disedekahkan tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala.
Apabila meninggal dunia, maka hartanya akan menjadi sebab masuknya dia ke dalam
neraka. Nas’alullaha as-salamah (Mudah-mudahan Allah Ta’ala
menyelamatkan kita dari siksa neraka).
Hadirin rahimakumullah,
Godaan karena harta ini juga
bisa datang dari sisi perhatian dan keinginan seseorang terhadapnya. Sehingga
sebagian orang ada yang keinginannya terhadap harta membuat dirinya berambisi
terhadapnya. Hal ini membuat kesibukannya hanyalah untuk mencari dunia. Dari
saat memulai aktivitasnya setelah bangun tidur sampai dia kembali ke rumahnya
untuk beristirahat, yang dipikirkannya hanyalah dunia. Di saat duduk, berdiri,
maupun berjalan, yang di hatinya hanyalah mencari dunia. Bahkan saat tidurnya
pun yang diimpikan adalah mencari dunia. Lebih dari itu, saat shalat pun pikirannya dipenuhi dengan
dunia. Seakan-akan dirinya diciptakan untuk sekadar mencari dunia. Padahal
dengan perhatian dan keinginan yang berlebihan hingga melalaikan akhirat
seperti itu, seseorang tidak akan mendapatkan rezeki kecuali yang telah Allah Ta’ala
tetapkan untuk dirinya. Maka orang yang demikian keadaannya, tentunya adalah
orang yang tertipu serta terjatuh pada godaan dunia. Sehingga dia memusatkan
seluruh pikiran dan kesibukannya untuk dunia. Dia menjadikan dunia bersemayam
di hatinya sehingga melalaikan dia dari beribadah kepada Allah Ta’ala.
Hadirin yang semoga dirahmati Allah Ta’ala,
Godaan harta juga akan muncul dari
sisi penggunaannya. Dari sisi ini, kita dapatkan sebagian orang yang berharta
memiliki sifat pelit sehingga tidak mau mengeluarkan zakatnya, tidak mau
menjalankan kewajiban berinfak kepada kerabatnya yang wajib untuk dibantu, dan
yang semisalnya. Sedangkan sebagian yang lainnya atau pada sisi lainnya, justru
mengeluarkan hartanya tanpa ada perhitungan serta dihambur-hamburkan sia-sia.
Padahal Allah Ta’ala menyebutkan di dalam firman-Nya (yang artinya),
“Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat haknya (mereka), (begitu pula) kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) sia-sia. Sesungguhnya orang-orang yang menghambur-hamburkan hartanya
sia-sia adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada
Rabbnya.” (Al-Isra’: 26-27)
Berkaitan dengan ayat ini,
sebagaimana dinukilkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam
tafsirnya, sahabat Abdullah ibn Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
التَّبْذِيْرُ:
الْإِنْفَاقُ فِيْ غَيْرِ حَقٍّ
“Menghambur-hamburkan harta
adalah mengeluarkannya tidak pada tempatnya.”
Al-Imam Mujahid rahimahullah
berkata,
لَوْ
أَنْفَقَ إِنْسَانٌ مَالَهُ كُلَّهُ فِي الْحَقِّ لَمْ يَكُنْ مُبَذِّرًا وَلَوْ
أَنْفَقَ مُدًّا فِيْ غَيْرِ حَقِّهِ كَانَ تَبْذِيْرًا
“Seandainya seseorang
mengeluarkan seluruh hartanya pada tempat yang benar, maka dia bukanlah seorang
yang menghambur-hamburkan harta. Namun seandainya seseorang mengeluarkan
satu mud/cakupan tangan (dari hartanya) untuk sesuatu yang tidak pada
tempatnya, maka dia telah menghambur-hamburkan hartanya dengan sia-sia.”
Hadirin yang semoga dirahmati Allah Ta’ala,
Oleh karena itu, siapa pun di antara
kita harus hati-hati dan senantiasa takut terkena godaan harta
ini. Betapa banyak orang yang lebih berilmu dari kita telah terjatuh pada
penyimpangan-penyimpangan karena godaan ini. Bahkan ada pula orang yang
dahulunya istiqamah membela As-Sunnah dan melawan kebatilan serta bid’ah, namun
kala tergoda dengan harta, kemudian terjatuh pada penyimpangan-penyimpangan.
Hal itu di antaranya disebabkan oleh ketidakhati-hatian serta perasaan aman
dari bahaya godaan harta. Padahal harta secara umum akan menarik
pemiliknya untuk memenuhi keinginan-keinginan syahwatnya. Maka akibat adanya
kemampuan untuk memenuhi keinginannya, seseorang akan terseret untuk hidup
bermewah-mewah yang kemudian membuat dirinya sombong dan angkuh, serta akhirnya
membuat dirinya tidak peduli dengan kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, kita harus senantiasa memohon pertolongan kepada Allah l dan
berupaya untuk senantiasa takut dari bahaya fitnah yang ada di hadapan kita.
Sikap hati-hati
dan rasa takut ini, insya Allah akan menjadi sebab yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencari jalan keluar dari fitnah yang ada di hadapannya. Dengan
sebab itu, dia pun akan senantiasa mengharapkan datangnya pertolongan Allah Ta’ala.
Adapun orang-orang yang lalai dari mengingat Allah Ta’ala serta merasa
aman dari ancaman dan bahaya godaan, sangat besar kemungkinannya untuk terjatuh
dan terbawa oleh godaan sehingga semakin jauh dari petunjuk Allah Ta’ala.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ، وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ يَتُبْ عَلَيْكُمْ؛
إِنَّهُ كَانَ تَوّاَباً
+ komentar + 3 komentar
bagus, alhamdulillah
Terimakasih saudaraku artikelnya bermanfaat sekali..
kumpulan ilmu fiqih
Demoga
Posting Komentar